Nasional

Level Doktrinasi Menuju Terorisme Menurut Ketum PBNU

Kamis, 12 Desember 2019 | 03:31 WIB

Level Doktrinasi Menuju Terorisme Menurut Ketum PBNU

KH Said Aqil Siroj saat mengisi seminar nasional yang diadakan Institut Agama Islam (IAI) Sunan Giri dan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Sunan Giri Bojonegoro di gedung serbanguna Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (11/12).

Bojonegoro, NU Online

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa saat ini radikalisme dan terorisme sudah ada di setiap daerah. Bukan hanya di daerah saja, tetapi juga sudah masuk ke tatanan perguruan tinggi bahkan di lembaga negara dan TNI. Kondisi seperti ini merupakan kondisi yang memprihatinkan bagi negara.

 

Kelompok ini melakukan level-level doktrinasi radikalisme kepada masyarakat menuju level terorisme. Di antaranya level pertama melalui pendoktrinan, kedua, level pendoktrinan paham radikal, ketiga, level pendoktrinan sikap ekstrimis dan level tertinggi adalah pendoktrinan terorisme dalam bentuk tindakan tidak berprikemanusiaan seperti pengeboman.

 

"Untuk menangkal masuknya paham radikalisme ini, perlu adanya Islam Nusantara. Gerakan Islam yang menghormati kebudayaan masing-masing yang menjadi dasar. Islam yang bukan hanya teologi sosial dan ibadah saja, tetapi Islam yang memiliki misi kepada Tuhan, misi nasionalisme, dan misi kemanusiaan," jelasnya.

 

Kiai Said pun kembali menegaskan bahwa Islam Nusantara bukan lah sebuah mazhab atau aliran dalam Islam. Islam Nusantara memberikan identitas atau ciri khas yakni terjalinnya penuh harmoni antara agama dan budaya. Dalam hal ini Kiai Said meyakini masyarakat Indonesia memiliki budaya yang tidak kalah luhur dengan budaya lain bangsa di dunia.

 

"Kita punya budaya sendiri, Islam Nusantara lahir dari keharmonisan antara budaya dan agama dan itu dipakai oleh wali songo pada zaman dulu," jelasnya pada seminar nasional yang diadakan Institut Agama Islam (IAI) Sunan Giri dan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Sunan Giri Bojonegoro di gedung serbanguna Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (11/12).


Menurutnya, sejarah menunjukkan, masyarakat Indonesia memiliki sikap moderat sehingga ketika ada budaya baru yang datang, tidak ada konflik muncul. Ini patut untuk disyukuri dan dipertahankan. “Kalau ada budaya luar yang masuk dan tidak menggangu budaya kita, ya kita terima,” katanya.


Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ini pun mengungkapkan bahwa konflik di Timur Tengah yang sampai saat ini belum selesai disebabkan kurang harmonisnya antara agama dan budaya lokal. "Konflik ini, salah satunya disebabkan oleh kurang harmonisnya agama dengan budaya lokal," tegasnya pada seminar bertemakan Islam Nusantara Solusi Radikalisme.
 

Terkait radikalisme, Kiai Said mengajak pemerintah daerah dan juga mahasiswa untuk tidak lengah terhadap fenomena yang bisa mengarah kepada ekstrimisme dan terorisme. Pemerintah bersama masyarakat harus menangkal radikalisme dan terorisme yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.
 

Kontributor: M. Yazid

Editor: Muhammad Faizin