Nasional

Nilai Keagamaan dan Kebangsaan dalam Penerjemahan Al-Qur’an  

Jumat, 27 September 2019 | 11:00 WIB

Nilai Keagamaan dan Kebangsaan dalam Penerjemahan Al-Qur’an  

Kaban Litbang Diklat Kemenag H Abdurrahman Mas’ud (tengah), membuka resmi seminar hasil penelitian Dinamika Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Daerah di Bogor, Kamis (26/9) (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Bogor, NU Online
Setidaknya ada dua nilai dasar dan pendorong yang sangat penting dalam penerjemahan Al-Qur’an. Yakni, keagamaan dan kebangsaan.
 
"Kegiatan penelitian dan kajian terhadap kitab suci Al-Qur'an, dalam hal ini penerjemahan ke bahasa daerah, merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya membumikan Al-Qur’an itu sendiri," kata Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kementerian Agama, H Abdurrahman Mas’ud, saat membuka resmi seminar hasil penelitian Dinamika Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Daerah.
 
Acara yang diinisiasi Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) itu digelar di Swiss-Belhotel Jl Salak No 38-40 Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/9). 
 
"Tentu tidak asing bagi kita semua yang mengakrabi Al-Qur'an, hadits tentang keutamaan mempelajari kitab suci ini. Saya masih ingat sebuah hadis yang hampir 50 tahun lalu saya hafal waktu masih di ibtidaiyah. Khairukum man taallamal Qur'an wa allamahu. Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Ini untuk landasan keagamaan itu," kata Kaban.
 
Konteksnya, lanjut Kaban, penerjemahan ini bagian dari belajar atas kitab suci Al Qur'an. Sudah tentu, ini merupakan pengamalan atas hadis yang sangat masyhur tersebut.
 
Kedua, untuk nilai nasionalisme adalah bahwa penerjemahan itu salah satunya menjaga kelestarian bahasa ibu. "Karena, ini merupakan heritage atau khazanah kebangsaan. Ya, mempelajari bahasa ibu, yakni bahasa daerah, itu merupakan bagian dari cinta kepada bangsa dan Tanah Air," tandas Doktor jebolan UCLA Amerika Serikat ini.
 
Pria asal Kudus Jawa Tengah ini menambahkan, kita tentu bersyukur mempunyai lembaga resmi yang konsen terhadap penerjemahan Al-Qur’an, yakni Puslitbang LKKMO.
 
"Saya melihat selama ini laporan penelitiannya masih dan sudah standar. Ke depan saya berharap bukan hanya executive summary laporan tertulis saja. Tetapi juga ada video pendek atau clips agar produk kita tidak terhenti di hotel ini saja," tegas Kaban.
 
Dengan adanya video pendek atau clips, lanjut Kaban, agar produk penelitian Puslitbang Kemenag bisa menusantara dengan lebih cepat. Salah satunya melalui sejumlah platform media sosial.
 
"Karena, tidak kalah pentingnya dari seluruh kegiatan ini adalah desiminasi ke khalayak yang lebih luas. Sebagaimana proyek perubahan Kaban yang sudah dirintis sejak 2017, semua produk kelitbangan harus termanfaatkan 100 persen pada 2019 ini,” tambahnya.
 
Kaban mencontohkan, pada acara peluncuran hasil kelitbangan dan kediklatan Balitbang Diklat tempo hari misalnya punya profil baru Balitbang Diklat. Ia merasa video pendek tersebut dilihat tidak hanya 500 orang undangan.
 
"Sebab, clips profil tersebut juga bisa dinikmati warganet. Sehari setelah acara itu saya posting di Facebook. Baru dua hari ini sudah ditonton mendekati 400 orang. Ini tentu kebermanfaatan yang bisa kita peroleh dalam waktu singkat," ungkapnya.
 
Dalam laporannya, Kepala Puslitbang LKKMO Muhammad Zain menyebut ada 17 bahasa yang sudah diterjemahkan. Hingga 2019, tim yang ia pimpin sudah menerjemahkan 21 bahasa termasuk yang sekarang dikerjakan Balai Litbang Agama (BLA) Makassar.
 
Kegiatan ini mengundang sejumlah narasumber, antara lain Kepala LPMQ Balitbang Diklat Kemenag KH Muchlis M Hanafi. Acara yang dihadiri para peneliti dan akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah, Institut PTIQ, dan IIQ Jakarta ini berlangsung dua hari, Kamis-Jumat, 27-28 September 2019.
 
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan