Nasional

P3M Tuntut PP 28/2024 Dibatalkan karena Berpotensi Matikan Ekosistem Pertembakauan di Indonesia

Jumat, 9 Agustus 2024 | 18:00 WIB

P3M Tuntut PP 28/2024 Dibatalkan karena Berpotensi Matikan Ekosistem Pertembakauan di Indonesia

Halaqah Nasional yang digelar P3M di Hotel Acacia membahas Dampak Regulasi PP 28 Tahun 2024 terhadap Ekosistem Pertembakauan, Kamis (8/8/2024). (Foto: dok. LP3M)

 Jakarta, NU Online

Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyelenggarakan Halaqah Nasional bertajuk Dampak Regulasi PP 28 Tahun 2024 terhadap Ekosistem Pertembakauan di Indonesia di Hotel Acacia Jakarta, pada Kamis (8/8/2024).


Halaqah Nasional ini digelar sebagai bentuk keprihatinan mendalam atas pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
 

P3M menghadirkan 70 perwakilan dari kalangan asosiasi petani, pedagang ritel, akademisi, ulama, dan pelaku industri.


Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia.


Sebelum UU Kesehatan disahkan, P3M juga telah melaksanakan kajian untuk mengingatkan pembuat kebijakan dan memfasilitasi masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan sektor tembakau agar diakomodasi dalam PP tersebut.


“Namun, amat disayangkan pemerintah tetap nekat mengesahkan PP dengan berbagai aturan terkait pasal pengamanan zat adiktif yang akan membumihanguskan salah satu sektor padat karya yang menopang perekonomian nasional,” tutur Sarmidi, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima NU Online, Jumat (9/8/2024).

 
Halaqah Nasional LP3M di Hotel Acacia Jakarta, Kamis (8/8/2024). 


Sarmidi menyebut bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi memiliki ma‘alat al-afál (dampak negatif) yang sangat berpotensi merugikan dan bahkan mematikan ekosistem pertembakauan di Indonesia secara terstruktur, masif, dan sistematis, baik produk tembakau tradisional maupun elektronik.


“Kami menyadari pentingnya kesehatan masyarakat, namun setiap regulasi harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial secara berimbang dan menyeluruh. Kementerian Kesehatan belum terlihat perannya dalam edukasi soal pencegahan rokok anak dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait bahaya merokok, malah sibuk mencampuri urusan di luar bidang kesehatan,” tambahnya.


Peserta Halaqah Nasional LP3M ini juga menyoroti proses penyusunan PP Nomor 28 Tahun 2024 yang tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang berpotensi terdampak pemberlakuan peraturan tersebut. Selain itu, banyak pasal-pasal dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terdahulu.


Pakar hukum dan perundang-undangan yang hadir sebagai Narasumber di Halaqah Nasional LP3M Ali Ridho menyampaikan, terdapat tujuh putusan MK yang menegaskan bahwa tembakau adalah produk legal, sehingga bisa diperjualbelikan dengan pembatasan agar tidak dikonsumsi anak di bawah umur.


Menurutnya, PP Nomor 28 Tahun 2024 ini sebagai bentuk pembangkangan konstitusi (constitutional disobidient), karena bertentangan dengan putusan-putusan MK terkait.


“Dalam putusan MK, produk tembakau tegas disebut sebagai produk legal yang tidak dilarang untuk diproduksi, diperjualbelikan, termasuk dipromosikan dan diiklankan. Produk tembakau meskipun mengandung zat adiktif lainnya seperti morfin, opium, ganja yang penggunaannya dilarang selain untuk kepentingan kesehatan dan tujuan ilmu pengetahuan,” tegas Ali Ridho.

 
Halaqah Nasional LP3M di Hotel Acacia Jakarta, Kamis (8/8/2024). 


Halaqah Nasional LP3M juga menyoroti 11 pasal yang sangat mengkhawatirkan, antara lain pasal tentang batas maksimal nikotin dan TAR; pasal terkait larangan penjualan; kawasan tanpa rokok; larangan iklan di media sosial dan pengendalian iklan di situsweb dan e-commerce; pembatasan iklan luar ruang; larangan memberikan anjuran mengonsumsi tembakau, dan beberapa pasal karet yang bersifat multitafsir dan bisa memicu ketegangan dan konflik horisontal antar aparat pemerintah dengan warga masyarakat (ma’alatul af‘al).


Dalam implementasi dan pengawasannya, PP Nomor 28 Tahun 2024 sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial horizontal antara aparat pemerintah dengan warga negara.


Beberapa pasal yang membingungkan seperti adanya larangan menjual rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Larangan rokok untuk dipajang di tempat orang lalu-lalang sulit untuk diimplementasikan dan akan membuat banyak pihak bingung saat harus diterapkan.


Penerapan pasal-pasal ini akan menimbulkan multitafsir, rawan praktik pungli sehingga memberikan tekanan kepada rakyat, utamanya pedagang kecil yang mendapatkan pemasukan cukup signifikan dari berjualan rokok.  


Peserta Halaqah Nasional LP3M bersepakat menuntut pembatalan atau revisi pasal-pasal zat adiktif dalam PP Nomor 28 Tahun 2024.


Seluruh jejaring masyarakat sipil dan para pihak pihak terkait tembakau perlu menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak regulasi PP ini terhadap kedaulatan ekonomi sosial budaya masyarakat.


Jika pemerintah tidak membatalkan atau merevisi PP, maka P3M bersama aliansi akan melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung.


"Kami akan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, untuk berdialog dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan kesehatan publik tanpa mengorbankan keberlanjutan ekonomi sektor pertembakauan," kata Sarmidi.


"P3M dan seluruh jejaring akan terus memantau perkembangan situasi dan siap memberikan kontribusi konstruktif dalam proses revisi dan implementasi PP 28 Tahun 2024 demi tercapainya regulasi yang adil, efektif, dan berkelanjutan," pungkasnya.