Nasional

PB PMII Nilai Tindakan Aparat terhadap Warga Wadas Langgar Konstitusi

Rabu, 9 Februari 2022 | 07:00 WIB

PB PMII Nilai Tindakan Aparat terhadap Warga Wadas Langgar Konstitusi

PB PMII menilai tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada Warga Wadas di depan Masjid Jami Nurul Huda Desa Wadas, Selasa (8/2/2022) melanggar konstitusi.

Jakarta, NU Online 

Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Ahmad Latif menyorot tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas yang sedang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya dari kerusakan lingkungan.


Menurut dia, tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada Warga Wadas di depan Masjid Jami Nurul Huda Desa Wadas, Selasa (8/2/2022) melanggar konstitusi. Latif menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak-hak kemanusiaan dan perampasan ruang hidup masyarakat.


“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam UUD 1945 Pasal 28a menyebut, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya,” kata Latif kepada NU Online, Selasa (8/2/2022).


“Atas nama rakyat, warga NU, dan PB PMII, kami meminta Kapolda Jateng untuk segera membebaskan warga Wadas yang ditahan. Juga meminta kepada Gubernur Jateng untuk menunda pengukuran baik yang sudah disetujui rakyat maupun yang belum setuju,” lanjut dia.


PB PMII, imbuh Latif, mendesak pihak aparat negara untuk membebaskan puluhan warga yang ditahan termasuk keluarga atau kader PMII sebelum amarah rakyat makin melonjak. 


Rampas ruang hidup warga 

Latif memandang ke depan proyek pembangunan bendungan ini sangat mengebiri dan merampas hak serta ruang hidup warga, mata pencaharian, dan ekosistem. 


Lebih dari itu, ia menganggap aktivitas pertambangan akan mengeruk bukit dan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan serta mendatangkan bencana Alam. Di sisi lain, proyek tambang yang akan dioperasikan di Desa Wadas tidak mempunyai AMDAL. 


Sehingga, sambungnya, pembangunan bendungan Bener dan segala perangkat pendukungnya harus dihentikan secara cepat dan tegas. “Jangan lagi ada tragedi perampasan hak-hak rakyat dan merugikan rakyat dengan cara apa pun,” tegas Latif.


Ia menyampaikan pemerintah haram mengambil tanah warga hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat 3 secara implisit yang mengatakan rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola sumber daya alam. 


“Kami selaku organisasi dari embrio Nahdlatul Ulama sangat sepakat mengenai tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” tukasnya. 


Selain itu, penambangan yang terjadi di bumi Wadas menurutnya adalah jalan untuk melancarkan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener yang termaktub dalam PP 42 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. 


Padahal dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanatkan untuk menangguhkan segala hal, baik berupa tindakan maupun juga kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. 


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad