Daerah

Diskusi di Unukase Prihatin Tingginya Pencemaran Lingkungan

Sabtu, 29 Juni 2019 | 05:00 WIB

Banjarmasin, NU Online
Penyadaran akan pentingnya menjaga lingkungan yang bersih, aman, serta nyaman hendaknya terus didengungkan di seluruh pelosok negeri. Hal tersebut semakin mendesak dilakukan terutama di kampus bercirikan agama. Karena menjaga lingkungan juga demi kelangsungan ekosistem yang ada.

Hal tersebut antara lain yang mengemuka pada kegiatan diskusi yang digelar mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Kalsel atau Unukase dengan tema Peran Mahasiswa dalam Pelestarian Lingkungan menurut Islam.

Acara ini bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Kalimantan Selatan dan Pena Hijau, Kamis (27/6). Sedangkan narasumber yang dihadirkan Ustadz Abu Zein Fardany dari Pengurus cabang Lemabaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Banjar yang juga seorang aktivis lingkungan dan Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel.

Dalam pemaparannya, Kisworo mengungkapkan bahwa indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) Kalsel sangat rendah karena pencemaran lingkungan yang sangat tinggi. “IKLH Kalsel belum beranjak dari yang terburuk se-regional Kalimantan. Dari 34 provinsi di tanah air, Kalsel menempati peringkat ke-19,” katanya.

Kecuali itu, pria berambut gondrong ini mengatakan bahwa saat ini Kalsel sudah dalam kondisi darurat tata ruang dan ekologis. “Karena dari luas wilayah 3,7 juta hektare 50 persennya sudah mendapat izin tambang dan kelapa sawit,” jelasnya. 

Hal tersebut belum termasuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). “Jadi ibarat rumah, separuh tempat tinggal kita sudah dikuasai tambang dan sawit,” tegasnya.

Menurut Kisworo, tambang dan sawit inilah yang menghancur dan merusak lingkungan. Karenanya dia selalu menyuarakan dalam diskusi-diskusi dan di media.

“Jangan bingung bila nanti julukan seribu sungai berubah menjadi seribu lubang tambang dan istilah Hulu Sungai berubah menjadi Hulu Tambang,” katanya.

Sementara itu, Ustadz Abu Zein Fardany mengungkapkan hasil Bahtsul Masail Muktamar ke-33 NU di Jombang terkait eksploitasi alam secara berlebihan. Dalam forum tersebut diputuskan bahwa eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan meskipun legal hukumnya adalah haram. 

“Pemberian izin eksploitasi oleh aparat pemerintah yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika disengaja. Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma'ruf nahi munkar,” katanya.

Kendati demikian, kata alumni lembaga pengkaderan ahli fiqh Ma'had 'Aly Darussalam ini, amar ma'ruf nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara yang ma'ruf. “Jangan sampai malah berakibat buruk, katanya sembari mengutip beberapa qaidah fiqh terkait menghilangkan kemudharatan,” tegasnya.

Dirinya kemudian menyampaikan hadits yang menjelaskan bahwa tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. "Dalam Islam, membawa mudharat kepada diri sendiri saja tidak boleh, apalagi membawa mudarat kepada orang lain. Islam itu tidak terbatas untuk kebaikan individu, tetapi untuk semesta serta keberlangsungan alam," urainya.

Di sinilah mahasiswa harus berperan, yaitu aktif menyuarakan dan menjelaskan ke masyarakat bahaya rusaknya lingkungan. “Sehingga bisa bersama-sama aktif menjaga kelestarian lingkungan,” jelasnya.

H Gerilyansyah Basrindu Gerilyansyah selaku Rektor Unukase menjelaskan bahwa lingkungan tidak sebatas pada yang hijau (tumbuhan), tapi juga semua makhluk ciptaan Tuhan. “Banyak hewan yang sangat diperlukan untuk kelestarian tumbuhan, seperti pohon aren yang penyebarannya disebabkan oleh musang,” katan doktor alumni Universiti Utara Malaysia ini.

Dirinya  juga mengajak semua pihak, khususnya  mahasiswa untuk peduli lingkungan. “Saya mengajak mahasiswa agar lebih sering mengadakan diskusi tentang lingkungan hidup,” pungkasnya. (Habibullah/Ibnu Nawawi)