Pendekatan Berbasis Korban Jadi Jalan Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang
NU Online · Kamis, 31 Juli 2025 | 16:00 WIB
Jakarta, NU Online
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menegaskan, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah bentuk kejahatan luar biasa yang secara fundamental merampas harkat, martabat, dan kebebasan individu.
Hal itu diungkap Arifah dalam acara Talkshow Nasional Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan di DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa pendekatan berbasis korban (victim-centered approach) harus menjadi inti dari setiap kebijakan dan tindakan dalam menangani TPPO.
"Dalam praktik TPPO, manusia diperlakukan layaknya komoditas yang dapat diperdagangkan demi keuntungan ekonomi, tanpa mempedulikan hak asasi dan perlindungan hukumnya,” tegas Arifah, melalui rilis yang diterima NU Online, Kamis (31/7/2025).
“Kita wajib berpihak pada mereka (korban TPPO), memastikan bahwa setiap upaya penanganan berorientasi pada pemulihan dan pemenuhan hak-hak mereka," imbuhnya.
Arifah menekankan bahwa TPPO bukan hanya persoalan domestik, melainkan juga isu global yang kompleks karena melibatkan jaringan kejahatan terorganisasi lintas provinsi hingga lintas negara.
“Sindikat ini kerap beroperasi lintas provinsi bahkan lintas negara, menjadikan penanganan dan pencegahannya sangat menantang serta memerlukan kerja sama multilateral yang kuat dan terpadu di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.
Modus TPPO, menurutnya, terus berkembang. Di antaranya perekrutan sebagai pekerja dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan atau kawin kontrak, magang di luar negeri, eksploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga pengadopsian bayi dengan proses yang tidak benar.
Sejalan dengan itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menjelaskan bahwa pihaknya saat ini tengah memperkuat layanan Call Center Sapa 129 dengan ticketing system untuk memaksimalkan pengaduan, termasuk TPPO, sekaligus mencegah kemungkinan trauma berulang bagi korban.
“Kami sedang mencoba integrasi ticketing system agar sistem laporan yang masuk bisa online, sehingga saat melapor nanti korban tidak harus berkali-kali menceritakan kekerasan yang dialami pada tiap tingkatan pemberi layanan," kata Veronica.
"Saat ini sedang tahap uji coba bekerjasama dengan stakeholder dan mitra Kemen PPPA. Tentu ini membutuhkan kolaborasi mulai dari Posbakum (Pos Bantuan Hukum), aparat penegak hukum dan semua pihak termasuk daerah,” imbuhnya.
Ia juga menambahkan bahwa Kemen PPPA tengah mendorong penciptaan care economy (ekonomi perawatan) sebagai solusi dari hulu ke hilir dalam mencegah TPPO.
Veronica menilai, care economy dapat mencegah praktik perdagangan orang dengan mendorong peningkatan kemampuan melalui sertifikasi dan legalitas, sehingga memberikan rasa aman dan perlindungan bagi pekerja di bidang perawatan (care worker) baik di dalam maupun luar negeri.
Reformasi paradigma penanganan TPPO
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Asep Nana Mulyana menekankan perlunya reformasi paradigma dalam penanganan TPPO di Indonesia dengan mengedepankan pendekatan berbasis korban.
Menurutnya, penegakan hukum terkait TPPO masih belum optimal dan seringkali mengabaikan hak-hak korban. Ia mengakui bahwa penegakan hukum terkait TPPO masih belum maksimal mengingat berbagai kekurangan dan keterbatasan yang ada.
"Kita fokus masih pada orang saja, pada penindakan pelaku saja, dan menempatkan korban sebagai alat bukti saja begitu selesai, kemudian ditinggalkan. Padahal penanganan pasca kejahatan itu juga penting untuk memulihkan (korban), tapi memang bukan pekerjaan mudah. Maka saya bilang konsep victim impact sector perlu dikembangkan bersama lembaga pemerintah, negara, dan filantropi,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Perdagangan Orang Rahayu Saraswati D Djojohadikusumo menegaskan bahwa peringatan Hari Anti-TPPO merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk menyuarakan suara mereka yang kerap terpinggirkan.
“Saya mau mengingatkan karena ini TPPO sudah darurat, permasalahan perdagangan orang sangat banyak di Indonesia. Di dalam tanah air kita itu ada banyak, tidak hanya di lingkup lintas negara," katanya.
"Saat ini kami tengah menggodok revisi Undang-Undang TPPO, ini penting karena UU yang ada saat ini dan berlaku itu sejak tahun 2007, sudah lama sekali. Harus kita sesuaikan dengan realita yang kita hadapi selama beberapa tahun belakangan ini,” ujarnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
6
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
Terkini
Lihat Semua