Nasional

Peran Penting BQMI Kemenag dalam Perkembangan Manuskrip Nusantara

Kamis, 18 November 2021 | 15:30 WIB

Peran Penting BQMI Kemenag dalam Perkembangan Manuskrip Nusantara

Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI) Kemenag di kompleks TMII Jakarta Timur. (Foto: Dok. BQMI)

Jakarta, NU Online
Naskah merupakan kekayaan peninggalan berharga Nusantara. Salah satunya berbentuk manuskrip yang didominasi oleh manuskrip Islam. Naskah-naskah tersebut lahir sejak masuknya Islam ke Indonesia. Selama ini, Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI) Kemenag memiliki peran penting dalam pengembangan manuskrip Nusantara.


Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran Prof Syarief Hidayat saat menyampaikan materi dalam Seminar Hasil Penelitian tentang Koleksi BQMI yang diinisiasi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kemenag RI, Kamis (18/11/2021).


Prof Syarief menjelaskan peran penting pesantren sebagai spekturium naskah-naskah Islami yang kemudian mendominasi manuskrip yang dimiliki Nusantara.


 “Para santri melakukan penyalinan kitab-kitab dan buku dari para kiai, karena saat itu belum ada buku yang dijual,” papar Guru Besar kelahiran Bandung tersebut.


Guru Besar Program Studi Sastra Arab ini juga menjelaskan mengenai peran penting museum bagi masyarakat Islam. Museum, bagi dia, tidak hanya menggambarkan kebesaran Islam. Namun, juga kebesaran umat Islam melalui koleksi-koleksinya.


Senada, Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Prof Dr Irmawati Marwoto selaku narasumber kedua menilai museum memiliki peran yang sangat penting, yakni menjadi pusat edukasi masyarakat mengenai peninggalan masa lalu.


Museologi
Lebih lanjut, Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi tersebut menjelaskan paparan singkat mengenai Museologi yakni ilmu yang mempelajari tentang museum.


“Dalam museologi, riset merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Tanpa riset, museum hanya akan menjadi gudang. Dari Riset, kita dapat mengetahui banyak informasi berharga,” paparnya.


Setelah riset, lanjut Irmawati, harus dibuat konsep mengenai sesuatu yang akan disampaikan kepada masyarakat. Artinya, museum harus melibatkan masyarakat, salah satunya dalam hal pembuatan konsep pameran.


“Bayt Al-Qur'an banyak memiliki koleksi Qur'an, namun pertanyaan sekaligus tugas besarnya adalah menebar kemanfaatannya bagi masyarakat umum,” tambahnya.


Selain itu, memberi kesempatan komunitas untuk menyampaikan gagasan dan cerita yang mereka miliki mengenai suatu museum. ”Ini dapat dilakukan dengan membuat diskusi publik, membahas mengenai kebenaran yang dilupakan atau sengaja disembunyikan, seperti halnya fakta mengenai para Walisong yang ingin dihapus dari memori,” jelasnya.


Menutup paparan, Prof Irmawati pun memuji keindahan mushaf Aceh. Bagi dia, mushaf-mushaf tersebut dibuat dengan sangat indah. Ada ayat tertentu yang diutamakan, serta orang Aceh tidak hanya menggunakan Al-Qur'an untuk kehidupan, namun juga hingga kematian. “Hal seperti inilah yang perlu digali lebih mendalam,” tandasnya.


Sebagai informasi, dalam forum tersebut juga dipaparkan hasil riset yang disampaikan oleh Abdul Hakim selaku kurator BQMI. 


Pantauan NU Online, seminar hasil tersebut berlangsung hidup. Berbagai rekomendasi dan pertanyaan dilontarkan peserta. Seminar hasil ini digelar secara hybrid. Sebagian peserta hadir langsung, sebagian lainnya hadir secara virtual melalui zoom meeting. 


Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori