Nasional

Pergunu Soroti Kasus Keracunan dan Belum Meratanya Program MBG: BGN Harus Lebih Serius

NU Online  ·  Rabu, 30 April 2025 | 20:00 WIB

Pergunu Soroti Kasus Keracunan dan Belum Meratanya Program MBG: BGN Harus Lebih Serius

Anak-anak sekolah sedang menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Aris Adi Leksono menyoroti kasus keracunan yang menimpa sejumlah siswa sekolah di Cianjur, Jawa Barat setelah menyantap hidangan dalam program Makan Bergizi Bergizi Gratis (MBG) pada Senin, 21 April 2025.


Menurut Aris, Badan Gizi Nasional (BGN) harus lebih serius dalam mengelola program MBG agar permasalahan teknis di lapangan dapat segera diatasi.


“Tidak boleh lagi ada standar operasional prosedur (SOP) yang tidak dipatuhi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ujar Aris kepada NU Online pada Selasa (29/4/2025).


Ia menegaskan bahwa makanan yang disajikan harus berkualitas dan memenuhi standar gizi yang telah ditetapkan.


Selain itu, Aris menyoroti belum meratanya program MBG di Indonesia. Ia mengingatkan BGN agar sekolah-sekolah yang belum menerima program MBG segera mendapatkan distribusi dalam waktu dekat.


“Lebih dari 82 juta anak Indonesia harus segera merasakan manfaat MGB, terutama untuk murid madrasah dan santri di pondok pesantren,” ujarnya.


Senada, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (Kornas P2G) Satriawan Salim menyatakan bahwa kasus keracunan massal siswa akibat konsumsi MBG telah terjadi di sembilan kota/kabupaten.


“Seharusnya tidak boleh ada insiden seperti ini, harus zero insiden, zero toleran terhadap berbagai macam bentuk keteledoran, baik itu pada saat memasak maupun membagi,” ujar Satriawan.


“Aspek keamanan, kenyaman, dan kesehatannya itu betul-betul supaya tidak terjadi dan terulang yang namanya keracunan berjamaah,” lanjutnya.


Satriawan juga menanggapi pernyataan Kepala BGN, Dadan Hindayana yang menyebutkan bahwa kasus tersebut hanya sebagian kecil saja.


“Itu menyangkut nyawa anak Indonesia. Jangankan hanya beberapa orang, satu anak Indonesia saja yang terancam karena MBG, itu bisa kita katakan MBG tidak mencapai tujuannya,” tegas Satriawan.


Ia juga menegaskan bahwa program MBG seharusnya diprioritaskan bagi siswa yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah.


“Mereka membutuhkan bantuan. Justru MBG akan sangat membantu mengurangi pengeluaran keluarga, bahkan memberikan asupan gizi yang baik,” ujarnya.


Hal senada juga disampaikan Guru SMK Negeri 2 Yogyakarta Fajar Noor Rohman yang menyarankan agar pendistribusian program MBG diprioritaskan untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil.


“Sekolah-sekolah yang jauh dari pusat kota itu seharusnya menjadi prioritas utama,” katanya.