Nasional

Perludem Nilai Putusan MK tentang Ambang Batas Pencalonan Ciptakan Pilkada Lebih Adil

Selasa, 20 Agustus 2024 | 20:30 WIB

Perludem Nilai Putusan MK tentang Ambang Batas Pencalonan Ciptakan Pilkada Lebih Adil

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. (Foto: perludem.org)

Jakarta, NU Online

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas (threshold) dapat menciptakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang lebih adil.


Titi menilai putusan MK tersebut sangat progresif dan patut didukung, karena akan memperluas keragaman pilihan pasangan calon yang diusung oleh partai politik dengan syarat yang lebih moderat.


"Putusan MK (Nomor 60) merupakan kabar gembira dan langkah progresif dalam upaya menciptakan kontestasi Pilkada yang lebih adil serta memperbanyak keragaman pilihan politik bagi warga. Putusan ini merekonstruksi syarat pencalonan agar lebih memudahkan partai politik untuk mengusung pasangan calon dalam Pilkada serentak 2024, baik untuk gubernur maupun bupati atau walikota," kata Titi Anggraini melalui akun Youtube pribadinya, dikutip NU Online pada Rabu (20/8/2024) malam.


"Misalnya untuk Jakarta, dengan batasan baru ini, partai politik bisa mengusung lebih dari satu pasangan calon jika mereka memenuhi 7,5 persen dari suara sah," jelasnya.


Sebelum disahkan, kata Titi, Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 menetapkan bahwa syarat pengusungan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah memiliki kursi paling sedikit 20 persen di DPRD atau memperoleh suara paling sedikit 25 persen dari hasil pemilu DPRD terakhir.


"Namun, dengan putusan MK Nomor 60 Tahun 2024, persyaratan ini telah direkonstruksi dan disesuaikan dengan persentase persyaratan pengajuan calon perseorangan dalam Pilkada," jelasnya.


Titi mengatakan bahwa saat ini, untuk pengusungan pasangan calon perseorangan pada Pilkada gubernur, persyaratannya adalah 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilu terakhir.


"Maka, untuk partai politik atau gabungan partai politik, persentasenya disamakan dengan persentase calon perseorangan, namun dihitung berdasarkan DPT pemilu terakhir," ungkapnya.


Titi kemudian memberikan contoh. Apabila di tingkat provinsi dengan DPT terakhir sampai dengan 2 juta, maka partai politik harus memperoleh 10 persen suara sah dari pemilu DPRD terakhir. Kemudian, untuk DPT antara 2 juta hingga 6 juta, syaratnya adalah 8 persen suara sah.


"(DPT) antara 6 juta hingga 12 juta, syaratnya adalah 7,5 persen suara sah; dan untuk DPT di atas 12 juta, syaratnya adalah 6,5 persen suara sah," jelasnya.


Sementara untuk Pilkada kabupaten/kota, persyaratannya lebih kecil. Di kabupaten atau kota dengan DPT sampai dengan 250.000, syaratnya adalah 10 persen suara sah, untuk DPT antara 250.000 hingga 500.000, syaratnya adalah 8,5 persen suara sah, untuk DPT antara 500.000 hingga 1 juta, syaratnya adalah 7,5 persen suara sah, dan untuk DPT di atas 1 juta, syaratnya adalah 6,5 persen suara sah.


Melalui akun media sosial X, Titi menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini berlaku untuk Pilkada 2024. Sebab, Putusan ini tak menyebut penundaan pemberlakuan putusan pada Pilkada mendatang, seperti halnya Putusan MK terkait Ambang Batas Parlemen Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang berlaku setelah 2024, yakni pada Pemilu 2029.