Nasional

Premanisme dengan Modus Minta Uang secara Paksa Dikeluhkan Masyarakat

NU Online  ·  Jumat, 9 Mei 2025 | 17:00 WIB

Premanisme dengan Modus Minta Uang secara Paksa Dikeluhkan Masyarakat

Ilustrasi aksi premanisme. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online
Aksi premanisme yang bernuansa pemaksaan, terutama meminta uang, masih kerap menimpa sebagian masyarakat. Baik di kota maupun di desa. Korbannya pun dari beragam kalangan. 


Aksi premanisme pernah dialami Mahasiswa Universitas Wr Supratman Surabaya, Ahmad Al Faris. Ia mengaku pernah parkir di sebuah tempat. Tanpa disangka muncul seorang juru parkir (jukir) yang meminta uang dengan mematok Rp10.000. Ketika Faris memberinya Rp2.000, jukir itu menolaknya.


"Saya pernah ditagih uang oleh beberapa pemuda dengan alasan uang parkir," katanya, Jumat (9/5/2025).


Faris juga menceritakan pengalaman pahit juga dirasakan tetangganya yang berprofesi sebagai pengusaha. Saat baru memulai usaha, malah tantangan yang mesti dihadapi adalah para preman yang meminta jatah. Alasannya uang keamanan.


"Jadi, banyak pengusaha yang ingin buka cabang atau usahanya di sini yang tidak jadi gara-gara banyaknya pungli. Mana nanti yang bagian tokoh masyarakat. Nanti mana yang bagian pemuda-pemudanya juga. Jadi, itulah yang sangat disayangkan sekali karena menghambat pertumbuhan ekonomi," kata pria asal Bangkalan, Madura itu.


Faris berharap agar pemerintah mampu menekan premanisme kalau belum bisa menghapusnya. Pasalnya, korbannya sudah banyak. Sementara pelaku adalah orang yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan dan akhirnya menganggur.


"Jadi, pemerintah perlu membasmi premanisme yang melakukan pungli terhadap masyarakat. Membasmi di sini bukan berarti dipenjarakan, tapi diberdayakan," tegasnya.


Tak hanya Faris, premanisme berkedok jukir liar juga dikeluhkan Bagas Imaning Priambudi, mahasiswa Universitas Islam As-Syafi'iyah (UAI). 


Ia setiap hari terpaksa mengeluarkan uang sebanyak Rp5.000-Rp10.000 hanya untuk jukir liar. Jika dihitung selama sebulan, ia harus merogoh kocek Rp150.000-Rp300.000 hanya untuk parkir.


Oleh karena itu, ia meminta agar peran Dinas Perhubungan (Dishub) dan Polisi Lalu Lintas (Polantas) bisa berperan lebih banyak untuk penertiban premanisme yang sudah banyak dikeluhkan itu.


"Mungkin perlu ada penertiban, semisal mematok parkir jangan terlalu tinggi, seribu untuk motor dan tiga ribu untuk; serta para jukir liar dapat dilatih sehingga profesional dalam bekerja," jelasnya.


Menurut Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tsany Sa'dan, pemerintah perlu mencegah premanisme yang terjadi saat ini. Jika tidak, menurutnya kesuksesan Indonesia Emas 2045 juga dapat terhambat.


"Menciptakan generasi emas tidak hanya datang dari sekolah, tapi iklim yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat. Anak-anak akan mencontoh perilaku buruk yang mereka serap dari lingkungan itu," terangnya yang saat ini tengah mengajar di salah satu sekolah di bilangan Bekasi.
Â