Nasional

Pusat Kajian Islam Nusantara Gelar Pengajian Bandongan Tafsir Al-Ibriz

Sabtu, 17 Maret 2018 | 04:15 WIB

Jakarta, NU Online
Tadarus Islam Nusantara pekan ini berbeda dari tadarus-tadarus sebelumnya. Pasalnya tadarus kali ini adalah pengajian bandongan karya ulama Nusantara. Sistem bandongan ini disebut juga halaqah yang artinya sekelompok santri yang belajar di bawah bimbingan seorang kiai atau guru.

Kitab yang dipilih adalah Tafsir al-Ibriz karya Kiai Bisri Mustofa. Karya tafsir berjudul lengkap al-Ibriz li Ma’rifati Tafsir al-Qur’an al-Aziz bil Lughah al-Jawiyah ini menggunakan huruf pegon Jawa.
 
Pengajian bandongan yang diadakan Pusat Kajian Islam Nusantara UNUSIA Jakarta ini diasuh langsung oleh Gus Ulil Absar Abdalla yang merupakan menantu dari al-Mukarram KH Mustofa Bisri (Gus Mus).

Pengajian kitab ini dibaca dengan bahasa Jawa sesuai dengan bahasa yang digunakan Kiai Bisri dalam kitab al-Ibriz. Hanya saja, Gus Ulil melengkapinya dengan memberikan penjelasan dalam bahasa Indonesia agar dapat dipahami oleh para peserta baik yang hadir di ruangan maupun di dunia maya. 

Sebelum mengulas isi kitab ini, Gus Ulil memaparkan sedikit biografi muallif-nya. Bagi Gus Ulil, Kiai Bisri adalah sosok ulama Nusantara yang memiliki kemampuan intelektual yang luas. Tidak kalah dengan ulama-ulama Timur Tengah.

Hal ini bisa dilihat dari karya-karya yang ditulis Kiai Bisri. Bahkan beliau bukan hanya terkenal sebagai ulama produktif dalam bidang tulis-menulis, tetapi juga kiai yang terkenal sebagai singa podium.

Sebuah julukan yang menunjukkan bahwa Kiai Bisri seorang mubaligh yang memiliki retorika, artikulasi, dan kemampuan menghipnotis jamaah pengajian.

“Kualitas beliau dalam pidato tidak ada yang mampu menandinginya. Terlebih mubaligh-mubaligh di masa sekarang,” ujar Ulil.

Selain itu, karya tafsir al-Ibriz ini memiliki penjelasan-penjelasan yang cukup unik dan tidak ditemukan dalam kitab tafsir mana pun.

Misalnya, dalam menafsirkan alif-lam-mim, ayat pembuka dalam surat al-Baqarah, Kiai Bisri selain mengutip pendapat-pendapat para ulama tafsir terkemuka, beliau memberikan contoh yang khas Indonesia.

Di sana, Kiai Bisri mencontohkan bahwa ayat tersebut ibarat ketokan meja bagi seorang pimpinan sidang atau rapat. Beliau mengilustrasikan bahwa sebelum rapat dimulai biasanya para peserta dalam kondisi yang belum siap untuk dimulai.

Ada yang sedang ngobrol dengan temannya, dan lain sebagainya. Untuk itu, agar peserta rapat siap dan konsentrasi mengikuti sidang, maka pimpinan sidang harus menggiring peserta sidang untuk fokus. Salah satunya dengan cara mengetuk meja. Sama halnya dengan permulaan surat al-Baqarah ini. 

“Agar pembaca atau pendengar fokus dan konsentrasi menyimak isi ayat-ayat Al-Qur’an, maka dimulai dengan ayat seperti alif-lam-mim ini,” jelas suami Ienas Tsuroiya ini.

Pengajian perdana kitab ini dihadiri oleh sekitar tujuh puluh jamaah, baik dari kalangan mahasiswa, dosen, dan umum. Live streaming pengajian ini juga dinikmati dan diikuti oleh ratusan santri di media sosial. 

Rencananya pengajian kitab ini akan digelar rutin setiap tiga minggu sekali di kampus UNUSIA Jakarta dan disiarkan secara langsung melalui beberapa akun baik di Facebook, Instagram, Periscope. (Idris/Fathoni)