Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat menyampaikan amanat pada Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren pada Sabtu (6/8/2022). (Foto: NU Online)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Cirebon, NU Online
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulamq (PBNU) menyampaikan bahwa haul merupakan upaya untuk menarik berkah kembali setelah diambil Allah swt melalui wafatnya ulama. Hal ini tidak lain karena di dalam haul, diceritakan kisah-kisah para ulama dan kiai.
"Bukan hanya mempertahankan, tapi ditarik kembali karena dzurriyat dari masyayikh terus menceritakan manaqib," ujarnya saat menyampaikan amanat pada Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren pada Sabtu (6/8/2022).
Mengutip Al-Qur'an Surat Ar-Ra'd ayat 41, Kiai Miftach menjelaskan bahwa Allah swt mengambil keberkahan dari suatu daerah dengan mengambil kembali orang-orang mulianya.
"Dengan wafatnya para masyayikh sebagai tanda keberkahan diangkat," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur itu.
Lebih lanjut, Kiai Miftach menegaskan bahwa tradisi haul perlu untuk terus dilakukan dalam rangka mempertahankan bahkan menarik kembali keberkahan yang telah dicabut Allah swt. Sebab, di momen haul, diceritakan kisah-kisah perjuangan kiai yang dihauli.
"Mengisahkan manaqib perjuangan hal baik dari para masyayikh adalah termasuk dalam rangka itulah haul yang kita adakan ini," katanya.
Kiai Miftach menjelaskan bahwa Allah swt juga banyak sekali menceritakan kisah-kisah Nabi dan Rasul terdahulu kepada Nabi Muhammad saw dalam Al-Qur'an. Hal ini ditujukan guna mengokohkan hati menuju kebaikan-kebaikan.
"Masing-masing Rasul aku ceritakan kepadaMu Muhammad, aku kisahkan perjuangan. Linutsabbita fuadak agar hatimu makin kokoh," terangnya.
Cerita orang-orang mulia ini dikisahkan kembali kepada banyak orang tidak lain dalam rangka agar manusia semakin kuat dalam mendekatkan diri kepada Allah swt. "Diceritakan manaqibnya agar mendapatkan dukungan spiritual," ujarnya.
Menyambung penyampaian Kiai Miftach, Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar pun menceritakan dua sosok kiai Buntet Pesantren yang terkenang dalam dirinya, yaitu Kiai Hasan Basri atau yang dikenal dengan Mbah Wali Hasan di Banyuwangi dan KH Abbas Abdul Jamil.
Mbah Wali Hasan dikenal sebagai kiai yang berdakwah tidak menggunakan dalil. Ia mendatangi masyarakat satu persatu di desa-desa di Banyuwangi guna menyedekahkan beras hasil taninya. Terus saja demikian sampai akhirnya orang-orang tersebut mau bersyahadat dan menjalani Islam dengan sungguh-sungguh.
Berbeda Mbah Wali Hasan, Kiai Abbas mengambil peran untuk menumpas penjajah. Diketahui, ia merupakan sosok yang ditunggu kehadirannya oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari untuk memimpin perang 10 November 1945.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Gus Baha Jelaskan Kecerdasan Kiai Bisri Mustofa Tulis Tafsir Al-Ibriz
2
Khutbah Jumat: Bulan Maulid, Momentum Hidupkan Sunnah Nabi
3
Ribuan Peserta Telah Berkompetisi di OSKANU III 2024, Berikut Hasil Juaranya
4
Potret Tiga Cagub Perempuan di Jatim, Pakar: Bukti Politik Kesetaraan
5
Bertemu Grand Syekh Al-Azhar, GP Ansor Dihadiahi Pusat Studi Abu Hasan Al-Asy'ari Cabang Indonesia
6
Virus Mpox di Indonesia: Belum Ada yang Positif, Baru Suspek, Tetap Lakukan Pencegahan
Terkini
Lihat Semua