Nasional

RMI PBNU Tekankan Pentingnya Program Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Pesantren

Rabu, 14 Agustus 2024 | 16:00 WIB

RMI PBNU Tekankan Pentingnya Program Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Pesantren

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Potret pesantren anak-anak di Pondok Zawiyah Tijaniyah, Buntet Pesantren, Cirebon. (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online

Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH ZHodri Arief menyayangkan kasus kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pesantren.


Hal tersebut diungkapkan sebagai respons atas kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Al Isra Dusun Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang.


RMI PBNU, kata Kiai Hodri, menekankan pentingnya Program Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Pesantren untuk menangani masalah kekerasan yang terjadi di pesantren.


Melalui program ini, RMI PBNU melibatkan lembaga dan beberapa badan otonom (banom) untuk melakukan pencegahan dan penyelesaian kasus-kasus yang sudah terjadi.


“Kalau kita menghadapi kasus per kasus, maka ini akan seperti perang gerilya dan kita susah memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depan, dan sekecil apa pun kasus bullying atau kekerasan yang terjadi di pesantren, itu merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan,” ujar Kiai Hodri kepada NU Online, Rabu (14/8/2024).


RMI PBNU mendorong pesantren-pesantren untuk bekerja sama, saling menjaga, dan saling mengingatkan untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pesantren. Menurutnya, kekerasan yang terjadi merupakan pelanggaran hukum yang harus dikawal bersama.


“Tentu ini membutuhkan kerja sama semua pihak. Tidak hanya pemangku pendidikan di pesantren, tetapi juga penegak hukum. Kita berharap penegak hukum juga memproses setiap pelanggaran, kasus kekerasan sesuai dengan hukum yang berlaku sebagai bentuk perlindungan terhadap para santri dan usaha untuk membersihkan berbagai tindak kekerasan,” tuturnya.


Kiai Hodri juga mengingatkan agar masyarakat tidak menyamaratakan bahwa pendidikan di pesantren menjadi tidak aman hanya karena adanya kasus-kasus kekerasan. Menurutnya, masih banyak pesantren yang aman dan layak sebagai tempat belajar.


“Namun kita perlu ingat, jangan karena ada kasus kekerasan lalu membuat kita merasa pendidikan di pesantren, anak-anak kita di pesantren, menjadi tidak aman. Ada sangat banyak pesantren yang sebetulnya merupakan tempat belajar yang aman bagi anak-anak kita,” pungkas Kiai Hodri.


Sebelumnya, LBH Sanggabuana sudah melaporkan seorang pria pimpinan pondok pesantren berinisial K yang diduga sebagai pelaku kepada pihak berwajib atas dugaan pelecehan seksual yang dialami 20 santri di  salah satu pondok pesantren di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.


“Kami telah mengambil data dari enam korban. Menurut mereka, jumlah korban sekitar 20 yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oknum tersebut,” kata Sekretaris LBH Sanggabuana Saepul Rohman.


Kasatreskrim Polres Karawang Muhammad Nazal Fawwaz menyampaikan, pihaknya telah menerima laporan mengenai kasus pelecehan seksual atau pencabulan terhadap santriwati di pondok pesantren wilayah Majalaya, Karawang.


Atas laporan itu, polisi mendalami dan kini telah diketahui identitas pelaku. Pada Rabu (7/8/2024) malam, sejumlah orang tua korban didampingi salah satu lembaga bantuan hukum di Karawang melaporkan kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Majalaya, Karawang.


Laporan itu disampaikan ke Unit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Karawang. Sejumlah orang tua korban dikabarkan telah dimintai keterangan mengenai kasus yang dilaporkan itu, sesaat setelah melakukan pelaporan.