Nasional OBITUARI

Sinematek Indonesia, Karya terbesar Pak Misbach

Rabu, 11 April 2012 | 23:00 WIB

Jakarta, NU Online

Citra orang Indonesia yang abai dengan dekumentasi tidaklah benar. Misbach Yusa Biran adalah bukti bahwa kita sadar akan pentingnya menyimpan sejarah.

Demikian dikatakan mahasiswa program doktoral Universitas Leiden-Belanda Ahmad Nuril Huda NU Online, Rabu (11/4).

<>

"Persoalannya adalah, Pak Misbach sebagai bukti mau dilanjutkan tidak oleh generasi sebelumnya. Jangan-jangan kita malah merusaknya dengan tak peduli, terutama pemerintah sebagai institusi yang logis memfasilitasi berlangsungny Sinematek," jelas Nuril yang kini sedang aktif mempersiapkan serangkaian acara peringatan setengah abad Lesbumi dan hari film nasional.

"Di Sinematek Indonesia, kita melihat pengabdian seorang Misbach. Bayangkan di tengah kesibukannya sebagai sineas, penulis, beliau masih sempat menyimpan dengan rapi semua dokumentasi yang dialaminya," paparnya. 

Nuril mengatakan, Misbach menyimpan film, majalah, undangan, poster, surat-surat organiasi, hingga draf-draf wawancara serta catatan-catatan pribadi yang berkaitan dengan dunia perfilman Indonesia.

"Misalkan saya melihat, ada dokumen beliau mewawancarai Pak Asrul Sani. Dari drafnya wawancara wawancara yang ada coretan Pak Asrul juga tersimpan," imbuh Nuril yang sering bolak-balik ke Sinematek Indonesia.

Sementara itu, Pengajar Fakultas Film dan Televisi di Institut Kesenian Jakarta Tomy W Taslim mengatakan Sinematek Indonesia adalah karya terbesar Misbach, namun dia memberikan catatan bahwa lembaga ini sekarang tidak berjalan dinamis.

"Lembaga pengarsipan tidak berjalan secara benar dan kurang maksimal. Kalau dibiarkan begini, nanti Pak Misbach nangis di kuburan," tegasnya Tomy yang konsen di film dokumenter.

Sinematek Indonesia diresmikan tahun 1975, tapi sudah dirintis sejak tahun 1970. SI adalah lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara. Sinematek yang berlokasi di Gedung Pusat Perfilman H. Usmar Ismail Jalan H.R. Rasuna Said Kuningan, Kav. C - 22 dikelola oleh Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI).

 

Penulis: Hamzah Sahal