Nasional HARI SANTRI

Tudingan Haedar Nashir Dinilai Kurang Tepat

Sabtu, 17 Oktober 2015 | 04:01 WIB

Semarang, NU Online
Dasar penolakan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dengan adanya penetapan hari santri tanggal 22 Oktober dinilai beberapa aktivis Ikatan Pelajar NU kurang tepat. Salah satunya datang dari Ahmad Naufa, Wakil Ketua PW IPNU Jawa Tengah.<>

Menurut Naufa, tidak logis alasan Haedar Nashir yang mengatakan, adanya hari santri justru akan mengukuhkan pengkotak-kotakan umat Islam. Ia mengaku heran dengan sikap Muhammadiyah tersebut.

“Kenapa justru hari santri yang dipertanyakan? Bukankan pendiri Muhammadiyah sendiri KH Ahmad Dahlan adalah juga sorang santri dari KH Sholeh Darat Semarang, seperguruan dengan Kartini?” ungkapnya kepada NU Online di Kantor PW IPNU di Semarang, Sabtu (17/10).

Masih menurut Naufa, jika banyak kejadian sejarah, tokoh dan bahkan institusi diperingati sebagai hari nasional, sangat mengherankan jika santri yang merepresentasikan umat Islam Indonesia ditentang. Ia menyarankan kepada Haedar Nashir untuk kembali mempelajari sejarah.

“Mengapa santri yang memiliki banyak kontribusi bagi agama dan bangsa ditentang? Kalau mereka terjebak kategorisasi yang dibuat Cliffort Geertz, tentu merekalah yang terjebak dalam simbol, karena pada faktanya memang ada upaya penghapusan sejarah dan pemarginalan santri, seperti ijazah formal warisan barat. Banyak pesantren yang sebenarnya bermutu tinggi tapi karena tak berijazah dikebiri lewat perundang-undangan,” imbuh Naufa.

Ditanya soal cibiran dari situs VOA-Islam pada 16 Oktober 2015 yang mengatakan, bahwa Hari Santri Nasional adalah upah dari pRESIDEN Jokowi atas dukungan warga Nahdliyyin kepadanya, Naufa menanggapi dengan santai.

“Itu sudah ditegaskan oleh Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj. Ditetapkan ataupun tidaknya hari santri, NU dan pesantren-pesantren tetap akan mengadakan peringatan. Buktinya, tahun lalu sudah ada kirab dan berbagai bentuk peringatan yang digelar oleh kalangan santri,” pungkasnya. (Anis Makhrus/Fathoni)