Nasional

Urgensi Kontrol dan Standardisasi Pemerintah Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren

Sabtu, 9 Juli 2022 | 18:30 WIB

Urgensi Kontrol dan Standardisasi Pemerintah Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren

Aktivis Perempuan Nahdlatul Ulama (NU), Iim Fahima Jachja. (Foto: Dok. Instagram Iim Fahima)

Jakarta, NU Online
Aktivis Perempuan Nahdlatul Ulama (NU), Iim Fahima Jachja, menekankan urgensi kontrol dan standardisasi dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Utamanya masa depan pesantren.


“Peran pemerintah via kemenag sangat krusial untuk hidup pesantren jangka panjang,” katanya saat dihubungi NU Online via sambungan telepon, Sabtu (9/7/2022).


Menurut Iim, intervensi pemerintah menjadi bagian penting dalam mengantisipasi ancaman kekerasan seksual di setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren.


“Tanpa campur tangan pemerintah, ya yang ada kaya sekarang, terjadi banyak penyimpangan terus meledak,” ujar cucu ulama kharismatik NU, KH Ahmad Abdul Chamid Kendal, Jawa Tengah itu.


Dalam kasus ini, ia mengapresiasi langkah Kementerian Agama (Kemenag) RI yang  mencabut izin Pesantren Shiddiqiyyah Ploso di Jombang, Jawa Timur, atas tindakan asusila yang dilakukan oleh anak kiai ponpes tersebut.


“Saya pribadi mengapresiasi langkah Kemenag yang membekukan izin Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang,” ungkap Iim.


Perhatikan nasib santri
Hal senada juga diungkapkan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan New Zealand (ANZ) periode 2019-2021, Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir).


Menurut Gus Nadir, langkah tegas Kemenag mencabut izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah Jombang sudah tepat.


“Langkah yang tegas,” tulis Gus Nadir dalam cuitannya di akun Twitter @na_dirs, Jumat (8/7/2022).


Namun, tidak cukup hanya dengan mencabut izin saja. Ia meminta Kemenag memerhatikan nasib para santri di Pesantren Majma'al Bahrain Hubbul Wathan Minal Iman Shiddiqiyyah itu.


“Tapi, jangan cuma berhenti mencabut izin, masa depan pendidikan para santrinya juga harus segera disiapkan untuk dialihkan ke pesantren lainnya di Jombang. Agar kegiatan belajar tidak terganggu,” sambungnya.


Seperti diketahui, Kemenag mengambil langkah tegas mencabut izin Pesantren Shiddiqiyyah lantaran Mochammad Subchi Azal Tsani alias Bechi yang tersangkut kasus tindakan asusila terhadap santriwati.


Selain itu, Kemenag menilai Pesantren Shiddiqiyyah telah menghalangi kepolisian untuk melakukan proses hukum terhadap Bechi.

 
Dibekukan Kemenag
Kemenag memastikan jika nomor statistik dan tanda daftar Pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan. Hal tersebut, disampaikan langsung oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendis, Waryono A Ghafur.


“Sebagai regulator, Kemenang memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” kata Waryono dilansir dari laman kemenag.go.id.


Perihal kegiatan belajar santri, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.


“Tidak kalah penting agar para orang tua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” tandasnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori