Obituari

Kisah Kiai Nashir Fattah Belajar kepada Kiai Sahal di Kajen Pati

Senin, 29 Agustus 2022 | 06:00 WIB

Kisah Kiai Nashir Fattah Belajar kepada Kiai Sahal di Kajen Pati

Kiai Nashir dan Kiai Sahal (tengah). (Foto: Isitmewa)

Jombang, NU Online
Kepala Madrasah Muallimin Muallimat Atas (MMA) 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang KH Abdul Nashir Fattah wafat pada Ahad, 28 Agustus 2022 kemarin. Kiai Nashir adalah santri KH MA Sahal Mahfudh yang mewariskan keilmuan fikih dan ushul fiqh-nya.


Di MMA Bahrul Ulum, Kiai Nashir menjabat wakil madrasah sejak 1992 hingga 2010. Pada 2011 diangkat menjadi kepala madrasah hingga wafat.


Saat kelas enam Madrasah Ibtidaiyah pada 1972, Kiai Nashir mondok di Pesantren Maslakul Huda (PMH) Putra Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah yang saat itu diasuh oleh Kiai Sahal Mahfudh. Kiai Nashir sekolah Madrasah di Mathaliul Falah. Kiai Nashir menggambarkan, bahwa Kiai Sahal Mahfudh merupakan Syaikhul Tahrir-nya.


Setelah itu, pada 1978-1982 Kiai Nashir nyantri di Pesantren Al-Anwar Sarang asuhan KH Maimoen Zubair. Kemudian, pada 1983-1985 Kiai Nashir mengaji di Makkah al-Mukarramah.


Nama guru-gurunya ketika di Makkah di antaranya  adalah Syaikh Ismail al-Yamani, Husman Zain, Syaikh Abdullah al-Asji (pengarang Kitab Idhaul Qawaid), Syaikh Muhammad Alawi, Syaikh Makki al-Pakistani, Syaikh Ahmad al-Barzi, dan Syaikh  Yasin al-Fadani.


Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh (1999-2014) merupakan kakak ipar Kiai Nashir. Dikarenakan Nyai Nafisah (Mbakyu Kiai Nashir) menikah dengan Kiai Sahal.


Pelajaran penting
Saat belajar di Kajen, Kiai Nashir pernah bercerita kehabisan uang dan meminjam uang kepada Kiai Sahal untuk keperluan sehari-hari. Saat itu, akadnya adalah utang dan akan dibayar setelah memiliki uang. Kiai Sahal lalu memberikan uang yang akan dipinjam oleh Kiai Nashir.


Selang beberapa waktu kemudian, Kiai Nashir yang sudah memiliki uang bermaksud mengembalikan uang yang dipinjamnya. Namun, saat itu Kiai Nashir hanya bertemu dengan kakaknya yaitu Nyai Nafisah. Setelah ditanya maksudnya, akhirnya Nyai Nafisah meminta Kiai Nashir menyimpan uangnya untuk kebutuhan pribadi. Tidak perlu dikembalikan.


Namun, percakapan itu didengar oleh Kiai Sahal, kemudian Kiai Sahal datang menemui Kiai Nashir dan menerima pembayaran utang dari adik iparnya. Kemudian Kiai Sahal berkata: “Uangnya diterima dulu, karena akad awalnya utang. Utang harus dibayar. Begitu seharusnya fikih,” kata Kiai Sahal.


Setelah menerima pembayaran utang dari Kiai Nashir, tak berselang lama kemudian uang tersebut diberikan kembali ke Kiai Nashir oleh Kiai Sahal sambil berkata: “Uangnya sudah tak terima, utangnya sudah lunas. Sekarang uang ini tak sedekahkan ke sampean,” ujar Kiai Sahal sambil menyerahkan uang.


Cerita ini disampaikan oleh Kiai Nashir saat mengisi mata pelajaran Kifayat al-Atqiya' Wa Minhaj al-Ashfiya': Jalan Salik Para Sufi, di kelas enam Muallimin-Muallimat Atas 6 Tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tahun 2013.


Pelajaran penting tersebut dilakukan Kiai Sahal agar seseorang yang berutang memiliki tanggung jawab akan utangnya dan jangan berharap pemberi utang lupa. Hak adami harus diselesaikan, karena secara fikih itu tanggung jawab individu.


Di balik sikap Kiai Sahal tersebut, menurut Kiai Nashir itu adalah cara Kiai Sahal menjaga ilmu dan mencontohkan ke santrinya. Kiai Nashir mengaku sangat mengidolakan Kiai Sahal dalam ilmu fikih, ushul fiqh, dan tasawuf.


Ahli fikih sufistik
Kiai Nashir juga dikenal sebagai sosok ahli fikih sufistik. Karena menurut Kiai Nashir, jalan pikiran yang benar dalam bertasawuf harus mengacu pada Al-Qur'an dan sunah. Kedua sumber tersebut merupakan panduan utama untuk bertasawuf.


Kiai Nashir Fattah juga mengingatkan tasawuf berkaitan dengan tingkah laku atau akhlak. Meliputi taubat, qana'ah, zuhud, tawakal, ikhlas, uzlah, menjaga waktu, menjaga lisan, kerja keras, kejujuran dan sabar.


Kesemuanya berorientasi pada pembinaan akhlak yang holistik, yakni akhlak yang menyeluruh, meliputi akhlak kepada Allah swt (habl min al Allah), diri sendiri dan orang lain (habl min al-nas).


KH Abdul Nashir Fattah sempat menjabat sebagai Pengurus Ranting NU Jombang pada tahun 1987/1988, Sekretaris NU Jombang tahun 1987, dan menjadi Rais Syuriyah PCNU Jombang sejak 1997 sampai 2022.


“Orang yang mengaku sampai pada puncak tertinggi tasawuf, hakikat, tetapi di saat bersamaan tidak mengindahkan jalur-jalur syariat maka jalan yang ditempuh adalah semu dan palsu,” tandasnya.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Musthofa Asrori