Opini

Jamaah Masjid, Garda Terdepan Melawan Virus Corona

Sabtu, 2 Mei 2020 | 14:30 WIB

Jamaah Masjid, Garda Terdepan Melawan Virus Corona

Dalam melawan pandemi ini kemenangan sangat bergantung pada kedisiplinan setiap orang dalam setiap komunitas.

Banyak warganet menyebut di media sosial masing-masing bahwa para tenaga medis adalah orang-orang yang berada di garda terdepan dalam pertarungan melawan wabah virus Corona. Penyebutan atau anggapan seperti itu mendapat tanggapan serius dari dr. Martina Yulianti, Sp.PD, FINASIM, MARS – Plt. Direktur RS. Aji Muhammad Parikesit Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia justru menyatakan hal sebaliknya bahwa tenaga medis bukanlah garda terdepan dalam pertarungan ini.

 

Hal itu sebagaimana ia tegaskan dalam sebuah tayangan video berdurasi 2,15 menit di You Tube berjudul “Kita Semua Berdiri di Garda Terdepan” yang dirilis pada tanggal 5 April, 2020. Tayangan itu sangat penting guna meluruskan pandangan masyarakat yang sudah meluas tetapi keliru. Pandangan itu berimplikasi pada pemahaman masyarakat bahwa berhasil tidaknya pertarungan melawan virus Corona bergantung pada tenaga medis dan bukan bergantung pada mereka. Pemahaman ini ditolak sepenuhnya oleh dr. Martina Yulianti, Sp.PD, dengan pernyataanya sebagai berikut:

 

“Selama ini kita berpandangan bahwa tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam pertarungan melawan virus Corona. Namun sesungguhnya satu hal penting yang harus kita pahami bersama tenaga kesehatan bukanlah garda terdepan dalam pertarungan ini. Tenaga kesehatan justru berada di barisan belakang, khususnya yang bertugas di rumah sakit adalah garis pertahanan terakhir.”

 

Ibarat tim sepak bola para tenaga medis adalah jajaran pemain belakang atau bek dan penjaga gawang sebagai pertahanan terakhir karena di sanalah tugas utama mereka. Apabila lawan dapat menerobos jajaran pemin belakang dan akhirnya melewati penjaga gawang itu tanda kemenangan ada di pihak lawan. Demikian pula apabila seseorang dikirim ke rumah sakit karena terpapar virus Corona dengan status PDP (pasien dalam pengawasan), berarti orang itu sudah masuk ke dalam wilayah pertahanan terakhir. Jika dokter gagal mengatasi virus Corona yang menyerang pasien itu, maka itu artinya pasien sudah dalam status MD (meninggal dunia), yang dalam permainan sepak bola berarti telah terjadi gol.

 

Analogi di atas mungkin dapat membantu untuk memahami pernyataan dr. Martina Yulianti, Sp.PD bahwa tenaga medis yang terutama terdiri dari para perawat dan dokter adalah pertahanan terakhir sebagaimana penjaga gawang dalam pertandingan sepak bola. Jika dokter dapat mengatasi virus Corona yang menyerang pasien, maka selamatlah gawang dari kebobolan alias pasien dalam status sembuh. Jika sebaliknya maka seperti disebutkan di atas pasien dalam status meninggal dunia.

 

Oleh karena itu, jika tenaga medis bukan garda terdepan dalam pertarungan melawan virus Corona ini, lalu siapa sebenarnya yang berada di garda terdepan?

 

Pertanyaan itu terjawab dalam penyataan dr. Martina Yulianti, Sp.PD dalam video dimaksud sebagai berikut:

 

”Garda terdepan dalam pertarungan adalah kita semua (masing-masing orang). Seluruh lapisan masyarakat harus menjaga agar kita semua terjaga dari wabah ini. Kesehatan masyarakat adalah untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang lebih besar.”

 

Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa garda terdepan dalam pertarungan melawan virus Corona adalah kita semua, yakni setiap individu dalam masyarakat. Sedangkan yang diibaratkan sebagai pemain gelandang adalah para pimpinan baik di pemerintahan maupun di organisasi-organasasi kemasyarakatan termasuk para tokoh agama. Fungsi mereka adalah mejembatani kepentingan pemain di garda belakang dengan para pemain di garda terdepan, atau sebaliknya, untuk mencapai keberhasilam bersama.

 

Ibarat tim sepak bola, garda terdepan adalah pemain penyerang yang dalam hal ini diperankan oleh setiap individu dalam masyarakat . Sedangkan pemain gelandang diperankan oleh para pimimpin dan tokoh masyarakat sebagaimana disebutkan di atas. Bola akan berhasil dihalau menjauh dari wilayah pertahanan sendiri dan semakin mendekat dengan garis pertahanan lawan menuju kematiannya sangat bergantung pada para pemain penyerang dan para pemain gelandang.

 

Artinya dalam pertarungan melawan virus Corona ini kemenangan sangat bergantung pada kedisiplinan setiap orang dalam setiap komunitas, misalnya komunitas jamaah masjid dan dalam kerjasamanya yang baik dengan para pimpinan dan tokoh masyarakat termasuk para pengurus masjid.

 

Bagaimana cara bekerja sama yang baik antara pihak-pihak di atas dalam rangka melawan atau menjauh dari virus Corona, dr. Martina Yulianti, Sp.PD, memberikan petunjuknya sebagai berikut:

 

“Dan kita membutuhkan peran kalian semua di garda depan untuk berjaga. Dengan cara mempraktikkan social distancing dan mencegah penularan dengan tidak berkumpul dengan banyak orang lagi.”

 

Jadi sebagai garda terdepan, cara setiap orang dalam setiap komunitas dapat menjaga dan terjaga dari wabah virus Corona adalah dengan melakukan social distancing untuk mencegah penularan dengan tidak berkumpul bersama orang banyak. Namun, dalam kenyataannya social distancing tidak selalu mudah dilakukan khususnya bagi komunitas jamaah masjid ketika mereka tetap menjalankan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu di sana.

 

Mereka memiliki alasan untuk berkumpul dalam jumlah banyak karena shalat Jumat di masjid tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri sehingga anjuran social distancing tidak selalu bisa dipraktikkan dengan baik. Para ulama di tingkat atas sebenarnya telah menganjurkan kepada masyarakat untuk melakukan shalat dzuhur di rumah sebagai ganti dari shalat Jumat di masjid. Namun hal ini tidak selalu dipatuhi oleh tokoh-tokoh lokal sekitar masjid yang kemudian diikuti oleh para jamaah masjid di sekitar mereka.

 

Dari persoalan tersebut sulit dijelaskan mengapa para anggota jamaah masjid justru kurang mematuhi anjuran para ulama besar seperti yang tergabung dalam PBNU, MUI, Muhammadiyah, DMI, dan para ulama yang tergabung dalam Ikatan Ulama Besar al-Azhar) Kairo Mesir. Mereka justru lebih patuh pada tokoh-tokoh lokal di sekitar masjid.

 

Para ulama besar itu kurang alim apa, kurang bijaksana bagaimana dalam berijtihad sehingga memutuskan menganjurkan umat Islam untuk sementara tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid terutama untuk daerah yang sudah dinyatakan zona merah virus Corona dan sebagai gantinya supaya melaksanakan shalat Dzuhur di rumah?

 

Sepertinya banyak anggota jamaah masjid kurang siap mental untuk menerima perubahan dari rutinitas shalat Jumat di masjid seminggu sekali menjadi shalat dzuhur di rumah saja. Mereka emosional menerima perubahan itu dengan mencari-cari alasan untuk membenarkannya. Mereka menolak rukhsah (keringanan hukum) justru dalam situasi sangat darurat seperti ini dan malahan lebih memilih jalan keluar yang sulit dan berisiko tinggi.

 

Atau jangan-jangan mereka bersikap seperti itu karena selama ini mereka memiliki pandangan keliru bahwa garda terdepan dalam pertempuran melawan virus Corona adalah para tenaga medis sebagaimana disinggung oleh dr. Martina Yulianti, Sp.PD di atas sehingga mereka tidak menyadari bahwa sebetulnya mereka adalah bagian terdepan dalam pertarungan ini.

 

Jika memang demikian halnya, maka menjadi kewajiban semua pihak untuk mengingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk para jamaah masjid bahwa pertempuran melawan virus Corona akan ditentukan seberapa jauh mereka mematuhi anjuran social distancing dan menjaga gaya hidup sehat dalam rangka pertarungan melawan virus Corona.

 

Dalam kaitan itu dr. Martina Yulianti, Sp.PD menyampaikan harapannya sebagai berikut:

 

“Kita semua berharap agar pertarungannya tidak sampai pada pertahanan terkahir yaitu rumah sakit. Jangan sampai energi tenaga medis habis untuk mengurusi akibat ketidakpatuhan kita semua. Sementara masih banyak juga saudara yang lain yang sudah menderita penyakit kronis yang tetap harus ditolong oleh rumah sakit. Ini pertarungan kita semua, kita semua adalah perajuritnya, kita semua berpotensi sama untuk menjadi korbannya. Jadi tolong jangan hanya berpikir untuk diri sendiri. Terima kasih sudah berdiri di garda terdepan untuk kita semua. Semoga kita semua tetap aman dan saling jaga satu sama lain.”

 

Harapan seorang dokter yang tulus dan jujur sesuai dengan ilmu dan pengalamannya sebagaimana disampaikan dr. Martina Yulianti, Sp.PD di atas hendaknya membuka kesadaran masyarakat khususnya jamaah masjid bahwa garda terdepan dalam pertarungan melawan virus Corona adalah mereka sendiri yang tentu saja bersama-sama anggota komunitas lainnya dalam masyarakat. Mereka seluruhnya harus berperan aktif di garda terdepan terutama dalam ranah tindakan preventif karena wilayah tindakan kuratif ada di garis belakang yang diisi oleh para tenaga medis.

 

Jika mereka lengah, maka pertarungan akan beralih ke pertahanan terakhir yang artinya pertarungan menjadi semakin berat dan gawat karena langsung dihadapkan pada risiko sembuh atau mati. Setiap orang yang meninggal dunia akibat virus Corona adalah korban dari kegagalan pertarungan melawan wabah ini. Korban itu bisa siapa saja dari kita.

 

Oleh karena itu, agar korban tidak berjatuhan terus di antara anak bangsa, maka seluruh lapisan masyarakat harus menjaga agar kita semua terjaga dari wabah ini dengan melakukan social distancing dan berdisiplin dalam mempraktikkan gaya hidup sehat. Disamping itu hal-hal berikut ini harus pula diperhatikan dengan seksama sebagaimana ditunjukkan oleh dr. Martina Yulianti, Sp.PD sebagai berikut:

 

“Berjaga dengan mengisolasi diri ketika muncul gejala. Berjaga dengan tidak bepergian keluar daerah. Berjaga dengan cara melaporkan diri ke pak RT/Kepala Desa/Lurah/petugas kesehatan jika baru datang dari luar daerah. Jangan menyembunyikan hal ini karena hal ini sangat besar artinya dalam usaha kita memutuskan mata rantai penularan.”

 

Selain ikhtiar lahiriyah sebagaimana petunjuk di atas, sebagai orang beragama kita semua harus berdoa dan bertawakal kepada Sang Pencipta dalam pertarungan melawan virus Corona ini. Semoga kita dapat memenangkan pertarungan melawan virus Corona ini sesuai dengan peran kita masing-masing apakah sebagai perajurit di garda terdepan atau perajurit sekaligus tenaga medis di garda pertahanan terakhir. Amin.

 

 

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.