Opini MENUJU PENYATUAN KRITERIA AWAL BULAN (1)

Redefinisi Hilal

Kamis, 4 Oktober 2007 | 08:22 WIB

Pertemuan para wakil ormas Islam, ahli hisab dan astronom telah berulangkali diselenggarakan. Musyawarah, diskusi dan seminar untuk menyatukan persepsi kriteria awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah telah sering dilakukan. Namun hasilnya masih tetap sama, yaitu adanya perbedaan.

Paling tidak, ada 2 hal yang menyebabkan kegagalan itu. Pertama, solusi yang ditawarkan untuk mengatasi perbedaan adalah imkanur rukyah tanpa ada kejelasan landasannya. Kedua, toleransi NU yang cukup tinggi belum mendapatkan tanggapan yang seimbang. Ibaratnya NU lari kencang ke titik tengah untuk salaman dengan sahabat-sahabatnya tetapi sahabat- sahabat itu belum beranjak dari tempatnya atau masih lari di tempat.

<>

NU yang semula mendasarkan pada rukyah maju menjadi rukyah plus hisab dan seterusnya rukyah berkualitas plus hisab akurat kemudian ditambah lagi menerima kriteria imkanur rukyah. Jadi NU mendasarkan kepada rukyah berkualitas dengan dukungan hisab yang akurat sekaligus menerima kriteria imkanur rukyah. Tetapi sahabat- sahabat itu masih berkutat pada posisi wujudul hilal.

Solusi yang paling mendasar adalah perlunya melakukan redefinisi hilal dan rukyah. Kita bahas apa hilal menurut bahasa, Al-Qur’an, As-Sunnah dan menurut sains dan kita bahas pula apa itu rukyah.

Hilal Menurut Bahasa

Hilal dalam bahasa Arab adalah sepatah kata isim yang terbentuk dari 3 huruf asal yaitu ha-lam-lam (ل - ل- ﻫ), sama dengan terbentuknya kata fi’il هَلَّ dan اَهَلَّ. Hilal artinya bulan sabit yang tampak. هَلَّ dan اَهَلَّ dalam konteks hilal mempunyai arti:

هَلَّ اْلهِلاَلُ dan اَهَلَّ اْلهِلاَلُ artinya bulan sabit tampak.
هَلَّ الرَّجُلُ artinya seorang laki-laki melihat/memandang bulan sabit.
اَهَلَّ اْلقَوْمُ اْلهِلاَلَ artinya orang banyak teriak ketika melihat bulan sabit.
هَلَّ الشَّهْرُ artinya bulan (baru) dimulai dengan tampaknya bulan sabit.
Jadi menurut bahasa Arab, hilal itu adalah bulan sabit yang tampak pada awal bulan.

Hilal Menurut Al-Qur’an

Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 189 mengemukakan pertanyaan para sahabat kepada nabi tentang penciptaan dan hikmah ahillah (jamak dari hilal). Atas perintah Allah SWT kemudian Rasulullah SAW menjawab bahwa ahillah atau hilal itu sebagai kalender bagi ibadah dan aktifitas manusia termasuk haji. Pertanyaan itu muncul karena sebelumnya para sahabat telah melihat penampakan hilal atau dengan kata lain hilal telah tampak terlihat oleh para sahabat.

Para mufassir telah mendefinisikan, bahwa hilal itu mesti tampak terlihat. Ash-Shabuni dalam tafsirnya Shafwatut Tafasir juz I halaman 125 mengemukakan tafsir ayat tersebut sebagai berikut:

يسالونك يامحمد عن الهلال لم يبدو دقيقا مثل الخيط ثم يعظم ويستدير ثم ينقص ويدق حتى يعود كما كان؟

Mereka bertanya kepadamu hai Muhammad tentang hilal mengapa ia tampak lembut semisal benang selanjutnya membesar dan terus membulat kemudian menyusut dan melembut sehingga kembali seperti keadaan semula?”

Dalam pada itu Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fii Zhilalil Qur’an juz I halaman 256 menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut:

فهم يسالون عن الاهلة ... ما شأنها؟ ما بال القمر يبدو هلالا ثم يكبر حتى يستدير بدرا ثم يأخذ فى التناقص حتى يرتد هلالا ثم يختفى ليظهر هلالا من جديد؟

Maka mereka bertanya tentang ahillah (hilal) … bagaimana keadaan ahillah (hilal)? Mengapa keadaan qamar (bulan) menampakkan hilal lalu membesar sehingga bulat menjadi purnama selanjutnya berangsur menyusut sehingga kembali menjadi hilal lagi dan kemudian menghilang tidak tampak untuk selanjutnya menampakkan diri menjadi hilal dari (bulan) baru?

Jelaslah menurut ayat tersebut dan tafsirnya, bahwa hilal atau bulan sabit itu pasti tampak terlihat.

Hilal Menurut As-Sunnah

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari sahabat Nabi SAW bernama Rib’i bin Hirasy yang mengatakan adanya perbedaan di kalangan para sahabat mengenai akhir ramadhan kemudian ada laporan hasil rukyah; perukyah melaporkan dengan ungkapan:

بِاللهِ لاَهَلَّ اْلهِلاَلُ اَمْسِ عَشِيَّةً

Demi Allah sungguh telah tampak hilal kemarin sore.”

Hadits ini menyatakan bahwa hilal itu pasti tampak terlihat. Demikian pula dalam hadits-hadits yang lain.

Hilal Menurut Sains

Hilal atau bulan sabit atau dalam istilah astronomi disebut crescent adalah bagian dari bulan yang menampakkan cahayanya terlihat dari bumi ketika sesaat setelah matahari terbenam pada hari telah terjadinya ijtima’ atau konjungsi.

Dari tinjauan bahasa, Al-Qur’an, As-Sunnah dan tinjauan sains sebagaimana diutarakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hilal (bulan sabit) itu pasti tampak cahayanya terlihat dari bumi di awal bulan, bukan sekedar pemikiran atau dugaan adanya hilal. Oleh karena itu kalau tidak tampak tidak disebut hilal.

Sehubungan dengan kriteria hilal itu mesti tampak, maka Rasulullah SAW menyuruh kaum muslimin melakukan rukyah yakni melihat, mengamati secara langsung (observasi) terhadap hilal itu.

KH A Ghazalie Masroeri
Ketua Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)