Parlemen

Anggota Komisi VI DPR: Pengusaha Besar Dilarang Masuk ke Industri Rumah Tangga

Kamis, 11 Maret 2021 | 13:06 WIB

Anggota Komisi VI DPR: Pengusaha Besar Dilarang Masuk ke Industri Rumah Tangga

Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Pemerintah RI mengizinkan penanaman modal dari perusahaan besar untuk masuk ke bisnis-bisnis yang sebelumnya diperuntukkan hanya bagi UMKM. Salah satunya yakni usaha keripik dan sejenisnya. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken oleh Presiden Joko Widodo.


Merespons keran investasi industri besar untuk bermain di industri rumah tangga itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nasim Khan menilai sejatinya investasi harus berpihak terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan manfaat masyarakat. Diketahui, Selama ini, kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya banyak diproduksi secara rumahan dalam skala kecil atau UMKM.


“Investasi seharusnya mempertimbangkan manfaat yang bisa diambil seperti penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya ekonomi sektoral, daerah maupun pertumbuhan ekonomi nasional, pusat-pusat pertumbuhan baru. Investasi tidak boleh mengganggu daya saing UMKM dan lainnya, manfaat yang selama ini dinikmati UMKM seharusnya bisa diteruskan,” kata Nasim Khan di Nusantara I, Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/3) dikutip dari dpr.go.id.


Aturan pelonggaran dan atau pemberian izin investasi, tegas Nasim, semestinya dipikirkan dengan cermat dan matang. Menurutnya, aturan semacam ini tidak akan memberikan keuntungan signifikan bagi para pengusaha industri besar, malah akan mengganggu kondusifitas pasar bagi para pengusaha kecil dan menengah.


“Investasi industri keripik ini paling akan menciptakan berapa lapangan pekerjaan? para pekerja akan menerima gaji berapa? Coba bandingkan kalau investasinya di sektor bisnis mobil listrik? bahan baku baja, karet kita miliki, listrik juga berlimpah, tenaga kerja banyak. Apalagi jika ada kebijakan mobil listrik dengan target hingga 2050 harus listrik, pasti akan memberikan dampak yang sangat nyata,” tegasnya.


Untuk itu, Politisi PKB ini meminta pemerintah me-review ulang aturan tersebut dan mencabutnya. Pasalnya, investasi tersebut dikhawatirkan malah akan menggerus dan mematikan ekonomi pelaku UMKM di sektor usaha kerupuk dan sejenisnya yang sudah ada sebelumnya.


“Dampak negatif yang ditimbulkan ini sangat berbahaya. Karena dapat mematikan industri UMKM, karena mereka tak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar. Akhirnya, nanti banyak pengusaha UMKM yang bisa gulung tikar. Kalau usahanya bangkrut, tentu ini akan menimbulkan persoalan baru, angka pengangguran akan semakin meningkat. Padahal sektor UMKM ini sudah sangat banyak membantu menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran,” ujar Nasim.


“Padahal sektor UMKM ini sudah sangat banyak membantu menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran. Sebaiknya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dicabut, karena berpotensi mengganggu usaha rakyat. Bukan cuma makanan seperti rempeyek saja yang akan mati usahanya, kelak semua usaha kecil milik rakyat juga akan semakin kesulitan,” tambah Nasim.


Politisi dapil Jatim ini menilai, apabila Negara ingin menumbuhkan produk UMKM, semestinya, Negara harus melindungi dan memakmurkan para pelaku UMKM. “Bukan malah membuka peluang bagi industri besar. Jelas ini dapat semakin mempersulit usaha rakyat kecil bahkan mematikan mereka,” katanya.


UMKM Masih Terkendala


Nasim membeberkan masih banyaknya kendala yang dihadapi para pelaku UMKM dalam hal kesulitan akses pemasaran, permodalan, efisiensi biaya pengiriman, sulitnya memperoleh bahan baku dan kalah saing dengan produsen besar.


“Kadang-kadang, untuk masuk ke ritel atau supermarket besar, UMKM itu sudah diperlakukan layaknya industri besar dengan biaya yang tinggi, selain itu, dari pengalaman teman-teman UMKM yang bekerja sama dengan mini market itu draft kontrak perjanjiannya juga sangat memberatkan, pembayarannya bisa 3 bulan setelah penjualan. Nah, mereka ini pelaku UMKM yang hanya memiliki modal kecil pastinya sangat dirugikan, sehingga kebanyakan menghentikan penitipan penjualan,” tukas dia.


Pewarta: Fathoni Ahmad