Parlemen

DPR Dukung Pemerintah Hadapi Resesi Ekonomi dengan Relaksasi Defisit APBN

Rabu, 19 Agustus 2020 | 11:15 WIB

DPR Dukung Pemerintah Hadapi Resesi Ekonomi dengan Relaksasi Defisit APBN

Ilustrasi resesi ekonomi. (NU Online)

Jakarta, NU Online

Pandemi Covid-19 membuat Singapura, Malaysia, Thailand, Korsel, AS, Uni Eropa, Inggris, dan lainnya mengalami resesi. Meskipun belum masuk, Indonesia memiliki risiko yang sama besarnya untuk menghadapi ancaman resesi.


Untuk menghindarkan diri dari jurang resesi tersebut, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah diundangkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 pada Mei 2020 lalu.


“Secara substansi, UU tersebut memberi ruang bagi pelonggaran defisit APBN di atas 3 persen selama tiga tahun (2020 - 2022),” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi pada Selasa (18/8).


Usulan pemerintah untuk memasang target defisit APBN sebesar 5,5 persen pada RAPBN 2021 dapat dipahami sebagai bentuk komitmen menjaga momentum pemulihan ekonomi. 


Menurunnya defisit fiskal pada tahun depan juga, menurutnya, sejalan dengan langkah konsolidasi fiskal secara gradual sehingga diharapkan defisit APBN bisa kembali normal di bawah 3 persen pasca tahun 2022.

“Dengan pelebaran defisit fiskal, DPR mendukung pemerintah agar tetap konsisten memfokuskan belanja pemerintah untuk program-program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pada tahun ini dialokasikan sebesar Rp695,2 triliun dan pada tahun depan sebesar Rp356,5 triliun,” katanya.
 

“Relaksasi defisit APBN tersebut dalam rangka memompa lebih banyak lagi belanja pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan stimulus ekonomi baik untuk rumah tangga, UMKM, BUMN, dan korporasi swasta,” imbuhnya.


Pada tahun 2021, tantangan ekonomi masih cukup besar. Maka dari itu, Fathan menegaskan bahwa upaya pemulihan ekonomi masih perlu mengandalkan dorongan dari belanja pemerintah melalui APBN.


Lebih lanjut, Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menjelaskan bahwa syarat utama agar pemerintah bisa menjaga disiplin fiskal secara kredibel yaitu dengan memastikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) berhasil membawa ekonomi nasional tumbuh positif kembali.


Sebab, dengan pertumbuhan ekonomi yang positif mencapai 4,5 - 5,5 persen sesuai target RAPBN 2021, maka penerimaan pajak pun bisa kembali pulih. Pada gilirannya, APBN semakin kokoh dengan kekuatan penerimaan pajak.


“Pada tahun 2020 ini, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak terkontraksi sebesar -9,2 persen,” ujarnya.


Pemerintah menargetkan pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2021 bisa mencapai 5,5 persen dengan stimulus fiskal secara masif melalui pelebaran defisit APBN. Di sisi lain, harapan penerimaan negara dari pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masih cukup menantang akibat tren penurunan harga komoditas andalan Indonesia seperti batubara, minyak, dan sebagainya.


“Singkat kata keberhasilan memulihkan ekonomi nasional mulai dari UMKM, koperasi, BUMN, hingga korporasi swasta menjadi syarat mutlak untuk dapat mengembalikan fundamental APBN sehingga defisit APBN dapat kembali ke khittahnya di bawah 3 persen terhadap PDB,” pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad