Warta

BPR Nusumma Akan Terus Dikembangkan

Ahad, 29 Agustus 2004 | 10:35 WIB

Jakarta, NU Online
Dari program 2000 Bank Perkreditan Rakyat (PBR) yang dicanangkan oleh Gus Dur saat ini yang terealisasikan baru 12 buah. Bahkan sebelumnya berjumlah 15 buah, tetapi terdapat tiga bank yang dilikuidasi karena kinerjanya jelek.

“Fokus kami sekarang ini adalah meningkatkan kinerja BPR yang ada sehingga bisa terus berkembang, dan dapat membantu perekonomian warga NU” ungkap Presdir Nusumma Mustofa Zuhad Mughni kepada NU Online kemarin.

<>

Perjalanan Nusumma sendiri seakan-akan tak pernah lepas dari masalah. Pertama diumumkan, kerjasama ini sempat bikin heboh karena NU saat itu masih dianggap sebagai organisasi tradisional dan status hukum bank masih dianggap kontraversial.

Ketika didirikan pertama kali, Nusumma dimiliki oleh 2 pihak, yaitu PBNU lewat PT Duta Dunia Perintis yang memiliki saham sebesar 60 persen dan PT Bank Summa yang memiliki saham 40 persen. Setelah bangkrut tahun 1991, saham Nusumma sebagian diambil alih PT Jawa Pos. Saat itu kepemilikan Jawa Pos menjadi 52 persen dan PBNU menjadi 48 persen.

Tahun 1998 saham Jawa Pos diambil alih oleh PT Hawari Sekawan dan kepemilikan PBNU semakin mengecil karena tidak pernah melakukan penambahan modal. Saat itu PT Duta Dunia Perintis hanya menguasai 25 persen saham. PT Hawari Sekawan sendiri dimiliki oleh Gus Dur 40%, Mustofa Zuhad Mughni 30% dan Edward Surjadjaya 30%.

Namun demikian, pada akhirnya pemegang saham PT Hawari Sekawan sepakat untuk memindahkan status kepemilikan sahamnya kepada PT Duta Dunia Perintis. “Jadi saat ini, PBNU memiliki sepenuhnya saham Nusumma,” ungkap Mustafo Zuhad.

Dua belas BPR Nusumma tersebut berlokasi di berbagai daerah komunitas NU. “Sebagian besar nasabah kami adalah para pedagang kecil dan pengrajin. Jarang sekali yang dari kalangan petani,” tambah Cak Mus ketika ditanya tentang para nasaban Nusumma.

Ke depan, mungkin juga dibuat BPR Syariah untuk mengakomodasi para nasabah yang menginginkan sistem perbankan yang berbasis syariah. Dari beberapa pengalaman yang ada, terdapat beberapa daerah yang menginginkan BPR Syariah seperti daerah Bangil dan Kudus.

BPR-BPR yang sudah berdiri tersebut berdiri di daerah Balong, Tebuireng, Gading, Durenan, Kedungwaru, Ceper, Tempel, Pecangaan, talang, Singaparna, dan Cisalak. Cak Mus sangat mengharapkan perhatian dari PBNU untuk mengembangkan BPR ini. “Permasalahan terbesar yang kami hadapi saat ini adalah masalah modal,” keluhnya.(mkf)