Sorot lampu fokus pada sosok tua yang berjalan tertatih disangga tongkat. Kakinya diseret, sehingga keluar bunyi. Ia berkain sarung abu-abu bergaris hitam dan putih dipadu baju koko abu-abu. Songkok hitam menutupui rambutnya yang beruban dan rontok.
Ratusan penyaksi gedung teater Salihara, Jumat malam, (13/10) fokus pada sosok itu yang kini memegang secarik kertas.
<>Ia D. Zawawi Imron, didaulat membacakan puisi-puisinya, memungkasi acara âIroni, Humor dan Sufiâ. Sebelumnya, Danarto, F. Rahardi dan Joko Pinurbo juga membacakan karya-karyanya.Â
âSaya memakai tongkat karena kaki saya diserang rhematik. Dan sengaja bersarung karena celana saya bernomor 32, longgar semua. Karena itu, puisinya mas Joko Pinurbo menyinggung celana saya. Tapi puisinya yang lain, âDi Bawah Kibaran Sarungâ, menceritakan bendera sarung, makanya saya pake sarung,â ungkap Zawawi disambut tawa hadirin. Â
Sebagai pembuka, ia membaca puisi berjudul âHutangâ. Tapi ia tak menyelesaikannya karena menurutnya, ada salah ketik. Tak ayal, pengakuan ini mengundang tawa seisi gedung. Beberapa saat riuh-rendah.
Zawawi menenangkan, bahwa ia tak akan membaca puisi jika suasana riuh. Kontan gedung sepi kembali. Hadirin siap menyimak penyair kelahiran Batang-Batang, Madura, 67 tahun lalu.  Â
Tapi penerima penghargaan dari Majlis Sastera Asia Tenggara (Mastera) tahun lalu ini membuat lelucon kembali.
âKalau saya baca puisi jelek, itu Zawawi Imron. Tapi kalau saya baca puisi bagus, itu anak ibu saya. Makanya saya akan membacakan puisi âIbu,â ungkapnya. Matanya bersinar, suaranya lantang, melupakan sakit kakinya.
Ibu...
Kalau aku ikut ujian
Lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu yang akan kusebut paling dahulu
Kemudian ia membaca âSopâ yang dibuatnya dua minggu lalu. Dan ia mengatakan bahwa ini adalah puisi terakhir yang dibacakan malam ini. Tapi ternyata dia membaca puisi âSungai Kecilâ disusul âPerahu Rohâ yang dibuatnya selama dua bulan ketika ia bekerja sama dengan seniman Yogyakarta, Jumadil Alfi.
Tubuhku yang sekarang berlayar ini adalah tengkorak yang balum busuk dagingnya
Tubuhku yang sekarang berlayar ini adalah tengkorak yang belum copot dagingnya
Cakaci cakacu, cakaci cakacu cakacakaca cakacakaca kacu
Cacicu cacicu
Aku bisu
Aku dungu
Aku tak tahu
Aku tak ada
Aku tak ada
Aku lenyap
Puisi hilang
Hanya Kau yang Maha Benderang
Ternyata puisi ini bukan yang terakhir. Penulis âKelenjar Lautâ ini berkenan membacakan puisi âMenembus Cakrawalaâ sebagai puisi terakhir. Dan, bukan yang terakhir juga karena langsung membacakan puisi âTanahâ. Disusul dengan âSumpah Gelandanganâ dan âZikir.â
Hompipmpah hidupku
Hompimpah matiku
Hompimpahnasibku
Hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah
Hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah hompimpah
Penyair berjuluk âClurit Emasâ membacakan puisi ini dengan irama orang berzikir di surau. Kepalanya dilempar ke kiri dan kanan, sementara mata memejam. Volume suaranya kadang mengecil, kemudian membesar, mengecil lagi, membesar, timbul-tenggelam seolah transistor yang penalanya digeser, tapi yang dihampirinya gelombang yang sama.
Kugali hatiku dengan linggis alif-Mu
Hingga jadi mata air
Jadi sumur
Jadi sungai
Jadi laut
Jadi samudera
Dengan sejuta gelombang, mengerang, menyebut alif-Mu
Alif...
Alif...
Alif!
Tuhan, alif-Mu yang satu
Tegak dimana-mana
Zawawi merafal alif yang pertama nyaris bocah merengek memohon jajan pada bundanya. Alif kedua, ibarat orang yang mengerang kesakitan meregang nyawa. Sementara alif yang terakhir pendek saja, dengan satu sentakan, seolah mencopot rambut dari adonan tepung.
âPuisi terakhir,â ungkap penulis Bulan Ditusuk Ilalang yang pernah difilmkan Garin Nugroho ini, âBuah durian, buah kedondong, Sekian dong!â
Dia bilang puisi terakhir terus, tapi puisinya tanpa akhir, hatta ia berjalan meninggalkan panggung, bak puisi.
Penulis: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
3
Rais 'Aam PBNU Ajak Umat Islam Tanggapi Masa Sulit dengan Ilmu
4
Ketua PBNU Nilai BPKH Penting Tetap sebagai Lembaga Independen
5
Tidak Hanya Pelajar, BGN juga Targetkan MBG Menyasar Ibu Hamil dan Menyusui
6
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
Terkini
Lihat Semua