Warta

Foke harus Nonaktif Setelah Resmi di KPU

Selasa, 6 Maret 2007 | 12:17 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PWNU DKI Jakarta Dr. Ing Fauzi Bowo (Foke) yang saat ini mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta harus non aktif setelah ada pendaftaran secara resmi di KPUD. Pencalonan oleh beberapa parpol sifatnya masih internal dan belum resmi.

“Nanti setelah resmi terdaftar di KPUD kita non aktifkan, karena siapa tahu, pencalonannya belum tentu memenuhi persyaratan di KPUD,” tutur Ketua PBNU H. Ahmad Bagdja kepada NU Online, Selasa (6/3).

<>

Beberapa parpol yang memiliki kesamaan pandang untuk mencalonkan Fauzi Bowo adalah Partai Golkar, PDS, dan PPP. Saat ini juga masih terdapat lobi dengan berbagai parpol yang belum menentukan sikap seperti DPIP untuk mendukung Foke.

Untuk menghindari konflik of interest, PBNU melarang adanya rangkap jabatan dengan jabatan politik atau jabatan sebagai pengurus harian partai politik. Jika ada pengurus NU yang mencalonkan diri dalam pilkada, mereka diharuskan untuk non aktif selama masa pencalonan tersebut.

Bagdja menjelaskan jika Fauzi Bowo memenangkan pemilihan gubernur DKI maka ia diberi waktu selama sebulan untuk mengundurkan diri. “Jika terpilih sebagai gubernur DKI, Ia diberi kesempatan untuk memilih jabatan sebagai ketua PWNU atau sebagai gubernur,” tandasnya.

Jika Foke yang merupakan putra Betawi ini memilih jabatan sebagai gubernur, maka ia harus mengundurkan diri atau diberhentikan dengan hormat lalu diadakan proses pergantian antar waktu atau melalui konferensi wilayah untuk meneruskan kepemimpinan NU di DKI.

Ditegaskan oleh Bagdja bahwa aturan ini tak bisa ditawar-tawar meskipun pengurus wilayah menyetujuinya secara aklamasi. Ia memberi contoh Bupati Bone Bolango Drs Ismet Mile MM yang terpilih sebagai ketua PWNU Gorontalo. “Meskipun ia terpilih secara aklamasi, tapi tidak disetujui oleh PBNU karena melanggar Peraturan Organisasi (PO). Jadi harus diganti dengan orang lain,” paparnya.

Kasus yang sama juga telah terjadi di beberapa cabang dan PBNU tidak memberikan konpromi. Namun larangan rangkap jabatan ini tidak berlaku untuk jabatan struktural birokrasi seperti menjadi dirjen atau sekjen departemen tertentu. (mkf)