Warta

GP Ansor Desak Pemerintah Tutup Pesantren Umar Bin Khattab NTB

Kamis, 14 Juli 2011 | 12:30 WIB

Jakarta, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (PP GP) Ansor mendesak pemerintah melalui Kementerian Agama RI untuk segera menutup pesantren yang mengajarkan kekerasan, radikalisme, fundamentalis dan apalagi terorisme. Yaitu pesantren Umar Bin Khattab di NTB. Tindakan cerdas dan berani itu mendesak dilakukan untuk mencegah stigmatisasi pesantren yang justru menjunjung tinggi toleransi, perdamaian, mengedepankan intelektualitas dan antikekerasan.

<>
Demikian diungkapkan Ketua Umum PP GP Ansor H Nusron Wahid di Jakarta, Kamis (14/7), menyikapi kasus ledakan bom di Pondok Pesantren Umar bin Khattab di Bima NTB. Bom rakitan yang meledak tersebut diduga untuk menyerang polisi.

Namun, ketika polisi hendak melakukan penyelidikan, pihak pesantren melarang dan mempersenjatai dengan senjata tajam, seperti pedang. "Untuk itu pemerintah harus tegas dan berani menindak tegas kelompok-kelompok yang merongrong NKRI," ujarnya.

Sebab, bila pemerintah tidak bertindak tegas terhadap komunitas yang mengajarkan kekerasan dengan berkedok pesantren itu maka akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan pesantren sebagai benteng NKRI.

"Kalau dibiarkan, akan muncul kasus-kasuk baru yang menstigma pesantren kalau tidak ada tindakan tegas," katanya. Menteri Agama, kata Nusron, harus lebih serius membina pondok pesantren agar dapat melakukan deteksi dini terhadap gejala terorisme dan radikalisme agama. Kepada pihak kepolisian, GP Ansor meminta agar aparat tegas dalam menegakkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Namun, pimpinan Umar bin Khattab sudah kabur saat polisi menyisir ponpes tersebut. Pimpinan ponpes melarikan diri bersama pengikutnya. "Satgas melakukan penyisiran di TKP. Terhadap pimpinan ponpes yang dibutuhkan untuk konfirmasi sudah tidak ada di pesantren. Melarikan diri dengan pengikutnya. Kita lakukan pencarian," kata Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Ketut Untung Yoga Ana di Mabes Polri,  Kamis (14/7).

Menurut Yoga, dari 13 orang, ada 6 orang yang dilepaskan polisi. Sedangkan 7 orang lainnya masih diperiksa. 6 Orang ini dilepas karena tidak mengetahui informasi mengenai gerakan ponpes tersebut.

Sedangkan ketujuh orang yang diperiksa mereka yakni Mustakim Abdullah (17) pelajar, Rahmad Ibnu Umar (36) swasta, Rahmat Hidayat (22) swasta, M Yakub (26) kernet bemo, Julkifli (23), Muslamin Talib (38) guru, Sahrir H Manhir (23) tukang ojek. "Patokannya 7 hari (diperiksa)," ujarnya.

Dikatakan, luas ponpes ini cukup besar yakni 2 kali luas lapangan bola. Rumah pimpinan ponpes juga sempat terbakar. Namun sudah dipadamkan oleh warga. "Hari ini rumah pimpinan ponpes terbakar. Namun sudah dipadamkan. Belum tahu nama (pimpinan) dan penyebabnya," tambah Ketut.

Penulis: achmad munif arpas