Warta

Gus Mus: Banyak Salah Kaprah Pengamalan Ajaran Islam

Jumat, 25 Mei 2007 | 06:29 WIB

Jakarta, NU Online
Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri mengungkapkan bahwa saat ini banyak perilaku dan pengamalan ajaran Islam yang salah kaprah karena berkebalikan dengan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah.

“Salah kaprah karena dilakukan oleh banyak orang dan akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja,” tuturnya dalam launching Majalah Mata Air yang diterbitkan oleh komunitas Mata Air di Jakarta, Kamis malam.

<>

Melihat banyaknya fenomena salah kaprah ini, Gus Mus berencana menerbitkan buku tentang fenomana ini. “Saya akan menerbitkan buku tentang 30 kelakuan yang tidak sesuai dengan perintah Rasulullah, mudah-mudahan segera jadi karena contohnya terus berkembang,” imbuhnya.

Pengasuh Ponpes Raudlatut Tholibien ini mencontohkan tentang perilaku disiplin yang dialaminya di Arab Saudi dan Jepang, dua negara yang pernah dikunjunginya. Saat pemeriksaan visa diperlukan waktu lima jam di bandara Arab Saudi karena perilaku petugas yang kurang disiplin sementara di Jepang, hanya perlu waktu 2 menit dengan pelayanan yang memuaskan.

“Padahal Arab Saudi ini jelas-jelas negara Islam dan Jepang negara yang menganut agama Shinto. Saya jadi berfikir, yang masuk surga nanti yang sholat tapi tak mengikuti ajaran Rasulullah atau yang tak sholat tapi mengikuti ajaran Rasulullah,” tandasnya.

Gus Mus juga menuturkan bahwa berislam merupakan wasilah atau jalan sementara tujuannya adalah Allah. Demikian juga mengikuti partai atau mengikuti ormas seperti NU semuanya adalah wasilah.

“Sayangnya kita banyak wasilah, terlalu banyak mampir-mampir. Seandainya tujuannya Surabaya, kita mampir ke Cirebon, ke Semarang dan lainnya sehingga tujuannya malah tak kesampaian,” imbuhnya.

Majalah Mata Air yang memiliki motto Jernih Berbagi Rahmat ini merupakan sebagian dari produk komunitas Mata Air. Mereka juga memiliki website dengan alamat www.gusmus.net. Bulletin Jum’at Mata Air, pengajian tafsir tiap malam Jum’at sampai dengan pemberian beasiswa kepara para aktifis.

Di Jakarta, komunitas yang terbuka bagi siapa saja ini didirikan oleh Gus Mus bersama sejumlah kiai, intelektual dan professional seperti Habib Luthfi bin Yahya, Drs. As’ad Said Ali, KH Masdar F. Mas’udi, KH Muadx Thohir dan KH Thantowi Jauhari. Komunitas yang sama juga sudah ada di Jogja, Semarang dan Surabaya.

Nama Mata Air dipilih karena karinduan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang diwariskan Kanjeng Nabi Muhammad. Nilai-nilai tersebut bersumber dari “Mata Air” ajaran kanjeng nabi yang jernih dan belum tercemar peradaban modern.

Komunitas mata air adalah komunitas anak cucu adam untuk berbagi rasa dan peduli melalui berbagai aktifitas. “Siapapun orangnya yang senantiasa menghormati yang lebih tua, menyayangi yang muda dan mengasihi sesame, dipersilahkan untuk bergabung,” katanya. (mkf)