Warta BERALIRAN KERAS

Kemenag akan Tutup Pesantren Umar Bin Khattab NTB

Rabu, 13 Juli 2011 | 04:43 WIB

Jakarta, Kementerian Agama (Kemenag) RI Suryadharma Ali sedang mempertimbangkan untuk menutup pesantren Umar bin Khattab di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), karena disinyalir pesantren ini beraliran keras dan tertutup. Bahkan pada 30 Juni 2011 lalu seorang santrinya telah membunuh seorang polisi yang dianggap kafir dan halal darahnya untuk dibunuh. Anehnya, perbuatannya itu diyakini sebagai jihad.

<>
“Selain itu polisi telah menduga kuat ada bomdan senjata rakitan dalam pesantren ini. Untuk itu pemerintah menyerahkan hal itu kepada kepolisian untuk menyelidiki pelaku sekaligus pesantren. Kalau benar beraliran garis keras akan ditutup,” tutur Menteri Agama Suryadharma Ali pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (13/7).

Pesantren itu telah lama dicurigai masayarakat sejak berdirinya pada tahun 2004. Saat itu Kemenag sempat berkunjung dalam pesantren, namun itulah silaturahmi yang terakhir kalinya. Di mana pesantren ini, hanya menyelenggarakan bimbingan pengajian bukan madrasah (sekolah) untuk pendidikan umum.

Pesantren Umar bin Khattab ini juga menolak diintervensi Kemenag termasuk sumbangan dari Kemenag juga ditolak. “Santrinya tidak banyak, sekitar 35 orang dan masih kecil berusia antara 14 tahun ke atas. Yang jelas saya sulit masuk dalam pesantren itu. Ketika pihak kepolisian hendak masuk dalam pesantren untuk menyelidiki ledakan yang terjadi pun pada Senin (11/7) lalu, ratusan orang malah menghadang dengan senjata tajam,” tambah Suryadharma.

Oleh sebab itu Kemenag pun angkat tangan untuk melakukan upaya persuasif dengan pimpinan pesantren agar polisi bisa melakukan penyelidikan terhadap ledakan bom. “Jadi, kami menyerahkan semuanya ke polisi. Kalau yang kayak begini susah, karena sangat ekslusif,” ungkapnya kecewa.

Sebelumnya anggota Reskrim Polsek Bolo, NTB Brigadir Rokhmad ketika sedang piket tewas dibunuh pada Kamis 30 Juni 2011. Pembunuhnya,  ternyata bernama Saban Abdurahman, salah seorang santri di Pesantren Khilafiyah Umar bin Khatab, Sanolo, Sila. Menurut Kapolres Bima AKBP Fauza Barito, pelaku mengaku membunuh korban karena diperintah Tuhan dan menganggap semua polisi kafir.

Sejauh itu Polda NTB mendalami dugaan balas dendam pengikut teroris kelompok Aceh, Mujahidul Haq alias Uqbah, dalam ledakan bom di Pondok Pesantren Umar bin Khatab, Bima, NTB.

Polda NTB mengakui bahwa Uqbah sebelum tertangkap polisi di Dompu pada Desember 2010 adalah seorang pengajar di ponpes Umar bin Khatab dan lulusan Ponpes Nuru Suhada, Solo. Anggota Jemaah Anshorut Tauhid (JAT) Bima yang juga menjadi pengajar di Ibtidaiyah Negeri Tolobali Bima itu ditangkap karena diduga salah seorang donatur pelatihan militer di Aceh.

Menurut Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein, pihaknya belum melihat adanya upaya balas dendam dari pengikut Uqbah yang ada di Ponpes Umar bin Khatab. "Kasus ini masih dalam proses penyelidikan dan masih memeriksa saksi. Kalau soal Mujahidul Haq yang dulu tertangkap Densus 88 pada Desember 2010, sementara belum ada seperti itu (balas dendam)," ujar Sukarman kepada Tribunnews.com, Selasa (12/7/2011) malam.

"Yang jelas, dari pemeriksaan tersangka, diakui bahwa pembunuhan berencana itu adalah jihad. Dia mengakui dicekoki pemahaman bahwa anggota Polri halal darahnya," katanya. Diketahui, bahwa saat ini tengah disidangkan satu persatu pelaku yang terlibat dalam kasus pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh. Uqbah menjalani proses sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Sejak 13 Juni 2011.

Jaksa mendakwa Uqbah telah melakukan permufakatan, percobaan, atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme dengan cara memberi bantuan sejumlah dana melalui Luthfi Haidaroh alias Ubaid, bendahara pelatihan militer Aceh.

Pada September 2009, Uqbah pernah menemui Ubaid di Jawa Timur dan meminta tolong mencarikan dana. Setelah pertemuan tersebut, Uqbah menyampaikan hasil pembicaraannya dengan Ubaid kepada Ustad Choiri dan Ustad Abrori mengenai kebutuhan bantuan dana untuk pesantren milik orangtua Ubaid dan dana untuk jihad fisabilillah.

Pada Desember 2009, Imron Baihaqi alias Abu Tholut alias Mustofa dan Ubaid menemui Uqbah di kantor JAT Bima, dan mengutarakan kembali perihal bantuan dana untuk jihad fisabilillah. Kemudian, Mujihadul pun mencarikan dana dan mentransfer dana melalui bank.

Selain didakwa merencanakan dan melakukan permufakatan jahat, Mujihadul Haq juga didakwa menutupi adanya rencana tentang tindak pidana terorisme.

penulis: achmad munif arpas