Kesehatan Reproduksi di Negara Muslim Perlu Ditingkatkan
NU Online · Selasa, 13 Februari 2007 | 09:38 WIB
Denpasar, NU Online
Dukungan terhadap program kependudukan dan pembangunan kesehatan reproduksi serta keluarga berencana (KB) di sebagian negara-negara atau komunitas Muslim perlu ditingkatkan.
"Karena di negara-negara tersebut untuk promosi dan sosialisasi masalah kesehatan reproduksi dan KB masih banyak kendala," kata Kepala BKKBN, Dr Sugiri Syarief MPA di Sanur, Bali, Selasa.
<>Di sela-sela acara "International Conference of Muslim Leaders to Support Population and Development to Achieve the Millennium Development Goals," Sugiri mengatakan, kendala yang dihadapi tersebut acapkali bersinggungan dengan budaya, nilai, dan norma agama yang dianut masyarakat. "Tidak mengherankan bila tingkat kematian ibu (AKI) dan rata-rata jumlah anak yang lahir relatif tinggi di berapa negara berpenduduk mayoritas Islam," ujarnya.
Ia mengemukakan, walau dukungan dan komitmen para tokoh agama terhadap kesehatan reproduksi di Indonesia, tetapi angka kematian ibu (AKI) masih cukup tinggi. "Bahkan dukungan dan komitmen tokoh agama juga dicerminkan dengan dikeluarkannya fatwa ulama tentang kependudukan dan keluarga berencana pada tahun 1983 lalu," papar Sugiri.
Ia menambahkan tidak ada kaitan antara rendahnya derajat kesehatan masyarakat khususnya tingginya AKI dengan agama yang dianut seseorang. Namun ada kecenderungan yang kuat bahwa AKI yang tinggi banyak terjadi pada sebagian besar masyarakat di negara Islam.
Itu mencerminkan beberapa kendala yang diduga sebagai penyebabnya antara lain, masih kuatnya kepercayaan dikalangan masyarakat Muslim bahwa setiap mahluk ciptaan Tuhan diberi rejeki, untuk itu tidak perlu ada pembatasan kelahiran.
"Ada juga pandangan bahwa program kesehatan reproduksi tidak pantas diberikan kepada khalayak yang belum berkeluarga, acapkali bersinggungan dengan budaya dan norma serta nilai masyarakat yang pronalis," ucapnya.
Selain itu peran ulama sangat sentral sebagai panutan baik dalam hal pemikiran, sikap dan prilaku masyarakat, namun sayangnya tidak semua ulama menyetujui program kesehatan reproduksi dan KB.
"Kendala itulah yang dibahas dalam konferensi tersebut guna mendapatkan solusi dalam mengatasi masalah kependudukan dan kesehatan reproduksi," kata Sugiri menambahkan.
Kegiatan konferensi yang berlangsung selama dua hari (14-15 Pebruari) itu dihadiri oleh tokoh agama Islam dari 17 negara antara lain Bangladesh, Malaysia, Iran, Indonesia, Turki dan Jordan. Sejumlah ulama NU seperti KH Hasyim Muzadi, KH Said Aqil Siradj, Prof. Dr Nasaruddin Umar hadir dan menjadi narasumber dalam acara yang melibatkan ICIS-NU ini. (ant/mad))
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua