Warta

Masdar: Serah Terima Jabatan Plh Dilakukan Secara Kekeluargaan

NU Online  ·  Senin, 20 September 2004 | 12:55 WIB

Jakarta, NU Online
Berkaitan dengan serah terima antara Pelaksana Harian PBNU Masdar F. Mas’udi kepada ketua umum PBNU KH Hasyim Muzadi setelah masa non aktif berakhir 20 September ini, Masdar nyatakan bahwa serah terima tersebut dilakukan secara kekeluargaan. “Tak perlu resmi-resmian, yang penting secara kekeluargaan saja,” ungkapnya ketika dihubungi NU Online per telepon (20/09).

Sebagaimana qoror yang diputuskan oleh Syuriah PBNU dalam rapat di Rembang 16 Mei 2004, ketua PBNU harus non aktif selama masa pilpres dari putaran pertama sampai putaran kedua dan jabatannya dijalankan oleh pelaksana harian. Dalam hal ini, syuriah menunjuk Masdar F. Mas’udi untuk mengambil alih tanggung jawab ketua umum PBNU.

<>

Namun demikian, Direktur P3M tersebut menginginkan agar ketua umum secara serius memperhatikan bagaimana merajut kembali hubungan yang harmonis sesama warga NU.

“Mungkin karena adanya gempa politik yang terjadi selama pilpres menimbulkan keretakan disana-sini. Ini yang harus segera diberi perhatian serius ke depan supaya muktamar ke depan dapat jadi muara rujuk nasional NU,” tandasnya.

Selanjutnya ia juga mengharapkan agar semua warga NU bergandengan tangan kembali dalam ikatan yang sama untuk membangun kembali NU sebagai kekuatan moral bangsa, bukan sebagai kekuatan politiklah karena NU adalah organisasi keulamaan yang intinya adalah otoritas moralnya.

“Kalau NU sebagai organisasi keulamaan tidak memiliki otoritas moral, maka tidak ada apa-apanya lagi. Belakangan ini tampaknya NU seolah-olah sebagai wadah politik, meskipun kita sudah berusaha keras menetralisir. Ada muatan dan nuasa politiknya yang telah terjadi selama proses ini. Hal ini yang harus kita benahi tanpa harus menyalahkan satu sama lain,” tambahnya.

Ditanya tentang harapannya terhadap NU ke depan, ia memimpikan bahwa NU ke depan harus ditata serius yang secara keagamaan tetap setia pada nilai tradisionalnya, tetapi secara organisasi, harus ditata secara modern. “Menggabungkan nilai tradisionalitas keagamaan dan nilai modernitas keorganisasian merupakan tantangan terbesar dalam NU sehingga ia bisa berperan sebagai jangkar moralitas bangsa,” ungkapnya.(mkf)