Warta

Menhut: Pesantren Konsisten Lakukan Gerakan Menanam

Rabu, 30 Mei 2007 | 02:12 WIB

Surabaya, NU Online
Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban menilai, kalangan masyarakat yang selama ini tetap konsisten untuk melakukan gerakan menanam diantaranya adalah kalangan pondok pesantren.

"Banyak masyarakat yang kini melakukan gerakan menanam, tapi pesantren merupakan yang paling konsisten," katanya disela memberikan ceramah umum kepada mahasiswa Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Selasa.

<>

Karena itu, Menhut mengimbau agar masyarakat juga melakukan gerakan menanam seperti yang dilakukan kalangan pesantren, agar kerusakan hutan Indonesia yang cukup parah bisa kembali lestari dan dapat menjadi paru-paru kehidupan.

Kaban dalam ceramah umum dihadapan mahasiswa Ubhara yang kini sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata/KKN di sejumlah daerah di Kabupaten Gresik menjelaskan, tingkat kerusakan hutan, utamanya pada periode 1998-2002 sangat memprihatinkan.

Menurut dia, dalam periode tersebut telah terjadi degradasi dan deforestasi sangat besar, yakni antara 1,8 juta hingga 2,8 juta hektar per tahun.

Luas wilayah Indonesia yang sekitar 180 juta hektar diantaranya berupa daratan, 120,3 juta diantaranya dikategorikan sebagai kawasan hutan.

Namun demikian, dari luas hutan tersebut 62,6 persen dari luas daratan atau tercatat 59,3 juta hektar hutan di Indonesia mengalami degradasi. Kerugian negara akibat degradasi itu mencapai Rp30 triliun hingga Rp41 triliun per tahun.

Jika degradasi hutan tersebut dibiarkan, maka hutan di Indonesia hanya akan mampu bertahan dalam 15-20 tahun. "Ibarat kanker, kondisi hutan saat itu sudah masuk dalam stadium IV yang sangat mengkhawatirkan," ungkapnya.

Belum Terlambat

Kendati begitu, MS Kaban menilai, Indonesia belum terlambat untuk melakukan suatu perbaikan, dan untuk melakukan perbaikan perlu mengetahui masalah-masalah penyebab degradasi.

"Mayoritas penduduk kita masih miskin dan untuk mempertahankan hidup mereka mudah ’tergoda’," ucapnya.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian menyatakan perang terhadap pencurian kayu (illegal logging) maupun peredaran kayu gelap. Hasilnya cukup menggembirakan. Pada 2005 terungkap 3.200 lebih kasus pencurian kayu dan pada 2006 sudah bisa ditekan hingga 316 kasus. "Tapi, belum tuntas seluruhnya," ujarnya, menegaskan.

Pencurian dan peredaran kayu, tutur Kaban, seperti hukum ekonomi yakni adanya permintaan dan pasokan sehingga muncul pasar gelap (black market).

Dengan pencurian dan juga penyelundupan kayu, maka industri kehutanan di dalam negeri hancur, sedangkan industri sejenis di negara-negara lain seperti Malaysia, Vietnam dan China mengalami perkembangan yang luar biasa cepat.

Akibat hancurnya industri kehutanan di dalam negeri maka kotribusi terhadap perolehan devisa dari ekspor juga anjlok. Jika  sebelumnya mampu mencapai 16 miliar dolar AS, saat ini hanya sekitar 8,7 miliar dolar AS.

Bahkan, Kaban juga menduga telah terjadi penyelundupan flora dan fauna dari kawasan hutan di Indonesia. Flora dan fauna itu dinilai eksostis dan bernilai tinggi.

Contohnya, bunga anggrek yang harganya bisa mencapai 1.200 dolar per batang, kulit harimau seharga Rp5 juta hingga Rp20 juta, gading gajah antara Rp5 juta hingga Rp8 juta per kilogram, sisik Trenggiling 300 dolar AS per sisik dan lainnya.

"Saya benar-benar gemas melihat terjadinya penyelundupan, sementara masyarakat Indonesia miskin," ucap Kaban menandaskan.

Menhut usai memberikan cermaha umum selanjutnya melakukan penanaman pohon penghijauan di Desa Betonyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, yang merupakan salah satu lokasi KKN mahasiswa Ubhara Surabaya. (ant/eko)