Jakarta, NU Online
Kantor Menneg BUMN hingga kini tidak pernah menuntaskan pelantikan direksi Garuda. Hal itu tentu menimbulkan tanda tanya dari semua pihak. “Ada apa sesungguhnya di balik itu, sehingga untuk mengganti direksi Garuda saja, Kantor Menneg BUMN sepertinya kesulitan?”
Pertanyaan ini lazim disampaikan mengingat berlarut-larutnya rencana pergantian Direksi Garuda Indonesia. Masa jabatan direksi Garuda telah berakhir sejak 1 Juli 2003 silam. Dan hingga kini, Kantor Menneg BUMN belum mampu menjaring calon direksi yang terbaik.
<>Menurut pengamatan anggota komisi IV DPR-RI Ahmad Muqowam, kondisi ini telah membuat direksi Garuda tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai contoh, kalau ada suatu kebijakan yang diambil, maka harus berkonsultasi dulu dengan Kantor Menneg BUMN. Prosesnya menjadi panjang dan pihak pejabat di Menneg BUMN sendiri seperti menjadi raja, karena akhirnya semuanya didikte. Sebagai direksi yang posisinya demisioner tidak mungkin menolak permintaan pejabat kantor Menneg BUMN tersebut.
Meskipun tidak diakui posisinya direksi demisioner, tapi dalam realitanya para direksi tidak berani mengambil keputusan yang strategis. “Saya sudah bertemu dengan beberapa direksi dan memang begitu kejadiannya,” katanya kepada NU Online di ruang kerjanya, Selasa (7/9).
Kalau tidak ingin Garuda Indonesia ambruk dan lebih terpuruk, maka tidak pilihan lain harus segera dilakukan pergantian direksi. Bukannya direksi sekarang tidak mampu, tetapi karena masa jabatan mereka sudah berakhir satu tahun lebih, maka tidak bisa bekerja optimal. Persoalannya status mereka mengambang, lanjut anggota DPR dari Fraksi PPP itu.
Padahal, Garuda yang dirundung utang cukup besar yakni sekitar US$ 1,7 miliar (sebelum direstrukturisasi dan dicicil) tersebut membutuhkan manajemen yang solid. Dalam kondisi direksi demisioner—meskipun Kantor Menneg BUMN mengatakan tidak istilah itu—tetap saja kinerja Garuda tak bisa optimal. Secara psikologis, direksi sekarang sudah tidak bisa bekerja maksimal, karena berbagai keterbatasan.
Terlepas dari itu, permasalahan inti Garuda Indonesia soal pergantian direksi dan pembayaran utang. Gencarnya serangan airlines swasta yang berlomba menurunkan tarif, telah mempengaruhi pendapatan Garuda. Padahal, BUMN ini sangat membutuhkan penanganan serius mengingat kewajiban utang yang harus dibayarkan mencapai US$ 110 juta – US$ 120 juta per tahun hingga tahun 2010 mendatang.
Menjawab pertanyaan mengenai calon direksi Garuda yang selama ini sering dipersoalkan, Muqowam mengatakan, hal itu terjadi karena memang tidak berpegang pada prinsip profesionalitas. Dari dulu memang ada kesan, setiap orang yang menjadi direksi Garuda selalu berdasarkan KKN. Padahal, beberapa periode terakhir sebetulnya sudah menerapkan prinsip profesionalitas. Karena itu, ketika ada rencana pergantian selalu ribut-ribut. Hal ini sangat disayangkan, karena Garuda yang seharusnya sudah bisa keluar dari krisis keuangan, kini nasibnya semakin tidak jelas.
Menurut dia, pemerintah harus bijak dalam melihat persoalan Garuda. Jangan sampai ada muatan-muatan kepentingan dan politik. ''Pemerintah juga harus sesegera mungkin mengisi jajaran direksi BUMN tersebut, dengan beberapa task force yang jelas untuk memperbaiki kinerja keuangan, serta mengkaji menajemen garuda secara keseluruhan. "Saya kira pemerintah tidak boleh menunggu-nunggu misalnya sampai terpilihnya Presiden yang baru,'' tandasnya.
Di sisi lain kegagalan pelantikan direksi baru juga merupakan suatu bentuk kecerobohan Meneg BUMN dalam melaksanakan good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik. Demikian ditegaskan Muqowam (cih)
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
3
Rais 'Aam PBNU Ajak Umat Islam Tanggapi Masa Sulit dengan Ilmu
4
Ketua PBNU Nilai BPKH Penting Tetap sebagai Lembaga Independen
5
Tidak Hanya Pelajar, BGN juga Targetkan MBG Menyasar Ibu Hamil dan Menyusui
6
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
Terkini
Lihat Semua