Warta

NU Akan Tentukan Idul Fitri Tanggal 22 Oktober

Jumat, 13 Oktober 2006 | 08:33 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) akan menentukan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri tahun ini pada tanggal 22 Oktober mendatang. Tentunya, penentuan dimulainya awal bulan Syawal itu dilakukan melalui proses rukyah (melihat hilal/bulan).

“1 Syawal 1427 Hijriyah yang akan datang, NU masih menunggu hasil rukyah yang akan diselenggarakan pada hari Ahad, 22 Oktober 2006 dan sidang itsbat,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah NU KH Ghozali Masroeri kepada NU Online, di Jakarta, Jum’at (13/10)

<>

Menurut Kiai Ghozali, demikian panggilan akrab KH Ghozali Masroeri, NU akan tetap melakukan rukyah. Hal itu, katanya, dilakukan meski beberapa organisasi kemasyarakatan Islam di dalam rapat Badan Hisab dan Rukyah Departemen Agama telah menyatakan hari Raya Idul Fitri 1427 H jatuh tanggal 23 Oktober 2006, meskipun dalam hitungan hisab-nya, tinggi hilal baru mencapai 10 dan di Indonesia bagian timur masih di bawah ufuk.

“Tanggal 22 (Oktober, red) petang, mulai pukul 18.00 WIT kita akan melakukan rukyah di wilayah Indonesia bagian timur. Hasilnya akan diumumkan diumumkan sesudah rukyatul hilal bil fi’li itu dan sidang itsbat,” kata Kiai Ghozali.

Ditegaskan Kiai Ghozali, dalam mengambil sikap mengenai kepastian awal bulan Syawal (termasuk juga awal bulan Qamariyah, khususnya awal Ramadan dan awal Dzulhijjah) NU mendasarkan pada rukyah, bukan pada hisab (perhitungan astronomi); sesuai dengan nash dan aqwalul ‘ulama’ yang dipegangi.

“Rukyah sebagai kata penentu, sedang hisab berfungsi sebagai pendukung dalam menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li. Prinsip NU ini dikenal dengan asas ta’abbudiy atau asas taqdiimut ta’abbud ‘alat-ta’aqqul atau asas ikmaalut-ta’abbud bit-ta’aqqul,” terang Kiai Ghozali.

Perlu peran pemerintah

Kiai Ghozali menyadari, dalam penentuan Hari Raya Idul Fitri nanti pasti akan terjadi banyak perbedaan pendapat, sebagaimana yang kerap terjadi. Oleh karena itu, ia berharap ada peran dan “campur tangan” pemerintah dalam menyelesaikan perbadaan itu. Hal itu, katanya, penting agar perbedaan-perbedaan itu tidak menjadi masalah.

“Adanya perbedaan-perbedaan itu, perlu diselesaikan dengan itsbatul ‘am (penetapan pemerintah) yang didasarkan pada rukyah yang didukung dengan ilmu hisab,” ujar Kiai Ghozali.

Ia juga menolak pendapat sebagian kelompok yang mengatakan tidak perlunya peran pemerintah dalam mengatur persoalan-persoalan umat yang bersifat ubudiyah, termasuk dalam hal penentuan awal bulan Syawal. “Seperti kata Rosul, di sinilah pentingnya peran imamah (kepemimpinan/pemerintah) sebagai pengendali jika terjadi perbedaan yang terjadi di masyarakat,” katanya. (rif)