Warta

PBNU Akui Ormas Islam Lemah sehingga Muncul Aliran Sesat

Sabtu, 3 November 2007 | 10:31 WIB

Magelang, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengakui bahwa peran organisasi kemasyarakatan Islam (ormas), semacam Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) lemah. Hal itu, menjadi salah satu sebab sehingga muncul sejumlah aliran sesat yang marak akhir-akhir ini.

"Jika peran ormas ini dapat dimaksimalkan, saya yakin tidak ada aliran-aliran yang dianggap menyimpang," ujar Ketua PBNU Said Aqil Siroj seperti dilaporkan Okezone.com.
;
Kang Said—begitu panggilan akrabnya—menyampaikan hal itu dalam pengajian akbar dalam rangka peringatan Resolusi Jihad NU ke-62, Sumpah Pemuda, dan Hari Pahlawan, di Lapangan Soepardi, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (3/11)

Namun demikian, Kang Said beralasan, hal tersebut terjadi lantaran peran ormas-ormas Islam tersebut tak bisa lepas dari minimnya dana yang dimiliki, sehingga pembinaan kepada masyarakat ikut melemah. Jika ormas tersebut memiliki dana yang cukup, ia menjamin aliran-aliran tersebut tidak akan laku.

"Coba kalau ranting Muhammadiyah, NU, didanai yang cukup, untuk membina, membangun, dan meningkatkan kualitas masyarakat, saya kira aliran itu tidak akan muncul. Atau pengikutnya tidak seramai sekarang," kata alumnus Ummul Qurra’ Mekah, Arab Saudi, tersebut.

Sebelumnya, di Jakarta, Cendekiawan Moeslim Abdurrachman mengatakan, NU dan Muhammadiyah sebagai mainstream Islam, dinilai tidak lagi memberi sentuhan yang mendalam tentang kebenaran agama Islam. Menurutnya, itulah salah satu pemicu maraknya aliran sesat.

Penyebab lain, menurut Moeslim, akibat perubahan sosial yang cepat. "Mereka sulit melakukan adaptasi," ujar cendekiawan Muhammadiyah yang kini menjabat Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa DKI Jakarta itu.

Moeslim menilai, keyakinan pengikut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan ‘Rasul’ Ahmad Moshaddeq harus dihormati. "Kita tidak bisa melecehkan mereka. Keyakinan mereka dilindungi dalam UUD," kata Moeslim.

"Selama ini mereka tidak diberi hak membela diri. Padahal seharusnya untuk menyelesaikan ini kita harus dialog dan berani berdebat dengan mereka, bukan diatasi oleh kekuatan negara," beber pria yang akrab dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini. (okz/rif)