Perlu Menggali Sejarah Untuk Pengembangan Budaya
NU Online · Selasa, 24 Januari 2006 | 04:26 WIB
Jakarta, NU Online
“Selama ini kita terlalu banyak mengambil pemikiran dan kebudayaan secara umum dari luar, terutama Barat. Celakanya, kebudayaan tersebut—baik berupa sistem ilmu pengetahuan, tatanan politik dan ekonomi—yang kita serap tersebut tidak relevan, sehingga tidak menghasilkan nilai guna bagi kehidupan. Sebaliknya pencangkokan budaya luar tersebut malah mendistorsi keadaan,” demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Future Institute (IFI) Hendrajit. “Karena kita mengambil budaya lain, tanpa memiliki pijakan pengetahuan tentang budaya sendiri, sehingga tidak mampu memilih, tidak mampu menyeleksi dan tidak bisa mencari relevansinya.”
Di tengah kebuntuan politik, ekonomi dan pengetahuan, menurut Hendarajit dalam diskusi budaya di NU Online tidak ada jalan lain, harus kembali mempelajari proses bangsa ini dalam membangun sistem kehidupan. Tidak mungkin masyarakat membangun dirinya sendiri tanpa melalui proses sejarah yang dialami sendiri. Semaju apapun sebuah bangsa tidak mungkin bisa mentransfer secara utuh pengalaman bangsa lain, sebab tantangan, filosofi dan spiritnya berbeda.
<>Dengan pengetahuan dan penguasaan yang memadai terhadap kebudayaan dan pengelaman sendiri, maka seseorang baru bisa berdialog dengan kebudayaan lain secara layak dan terhormat. Tanpa modal itu tidak pernah ada dialog budaya yang ada hanya pencekokan budaya dominan terhadap kebudayaan yang terdominasi. Kalau sudah demikian yang ada hanya mimikri, peniruan yang tidak kreatif.
Ini tidak berarti harus menutup perjumpaan dengan kebudayaan lain. Dengan pengetahuan tentang ruh budaya sendiri, maka seseorang akan bisa mempelajari budaya lain dengan lebih baik, setidaknya tahu apa yang bisa dan harus dipelajari. Di situ baru akan terjadi proses belajar, bukan meniru, dengan belajar itu bisa menangkap ruh dari budaya yang dipelajari. Proses belajar itu membutuhkan daya kreatif, bukan sekedar meniru, sehingga bisa mengambil substansi budaya lain untuk menciptakan budaya baru yang lebih maju dan sempurna.
Selama ini sikap kita terhadap Barat dan terhadap kebudayaan lain hanya menerima, meniru, tanpa proses mempelajari, maka hasilnya hanya melahirkan budaya imitasi, sehingga bangsa ini kehilangan identitas, baik filsafat, bahasa dan pemikirannya menjadi tanpa bentuk.
Dengan mempelajari sejarah, dan menghargai pengalaman bangsa sendiri itu diharapkan perkembangan bangsa ini bisa lebih terarah, tidak semerawut seperti sekarang ini, sehingga bisa menjadi bangsa yang lebih terhormat. Ini ironis di tengah bangsa lain yang jauh lebih maju, yang giat menggali dan merumuskan sejarah dan budayanya sendiri, seperti yang dilakukan Jepang, Cina dan sebagainya. Bangsa kita malah gigih mencampakakan sejarah, baik yang dilakukan para politisi, ilmuwan dan budayawan sendiri. Tetapi menurut Hendarjit, belakangan setidaknya telah muncul kesadaran baru di kelompok kecil mengenai pentingnya penggalian sejarah tersebut. (arkun)
**
Terpopuler
1
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
2
Aksi ODOL Tak Digubris Pemerintah, Sopir Truk Mogok Kerja Nasional Mulai 13 Juli 2025
3
Mas Imam Aziz, Gus Dur, dan Purnama Muharramnya
4
Gus Yahya: Sanad adalah Tulang Punggung Keilmuan Pesantren dan NU
5
PM Spanyol Sebut Israel Dalang Genosida Terbesar Abad Ini
6
Al-Azhar Mesir Kecam Pertemuan Sekelompok Imam Eropa dengan Presiden Israel
Terkini
Lihat Semua