Jakarta, NU Online
Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Wakaf ke DPR RI, Senin, agar masalah wakaf memiliki dasar hukum yang lebih kuat. "Dengan adanya UU Wakaf, maka pengembangan wakaf akan memperoleh dasar hukum yang lebih kuat dan dapat menampung perkembangan perwakafan," kata Said Agil Al Munawar, Menag dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Peraturan yang ada selama ini tersebar dan dirasakan kurang memadai karena permasalahan wakaf berkembang terus, katanya. Pengaturan mengenai wakaf selama ini tertuang dalam UIU Pokok Agraria No 5/1960 dengan PP No 28/1977 tentang perwakafan tanah milik. Selain itu juga dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia (Inpres RI tahun 1991) yang menjadi pedoman bagi hakim peradilan agama. Dikatakan Menag, perlu dilakukan penyatuan hukum bagi perundang-undangan yang mengatur tentang wakaf dalam satu UU serta dilengkapi peraturan dibawahnya seperti PP, Keppres dan Keputusan Menteri.
<>UU wakaf ini adalah penggabungan dari beberapa peraturan yang ada seperti UU No. 5/1960, PP No 24/1997 tentang pendaftaran tanah, PP No. 38/1963 tentang Petunjuk Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah dan PP No. 28/1977 tentang perwakafan tanah milik.
Menteri Agama mengatakan, RUU wakaf bertujuan antara lain untuk mengunifikasi berbagai peraturan tentang wakf menjamin kepastian hukum di bidang wakaf, melindungi dan memberi rasa aman bagi orang mewakaf (wakif), pengelola wakaf (nazhir), organisasi maupun badan hukum. Selain itu dengan adanya UU ini maka optimalisasi pengelolaan wakaf dapat ditingkatkan dan dapat digunakan sebagai koridor untuk penyelesaian perkara dan sengketa wakaf.
Seluruh fraksi di Komisi VI mendukung untuk disahkannya RUU Wakaf menjadi UU dan dijadwalkan untuk disahkan tanggal 28 September 2004. Sementara itu anggota Fraksi PKB KH Nuril Huda mengatakan pengajuan RUU Wakaf ini positif karena selama ini banyak wakaf yang hilang. karena selain masih minimnya sosialisasi waqaf dan masih belum memadainya fungsi waqaf yang tertera dalam PP NO. 28, juga masih banyak hal yang berkaitan dengan pemberdayaan aset waqaf yang belum diatur. Diharapkan, katanya, dengan adanya RUU ini memberi payung hukum dengan UU Wakaf, masalah wakaf dapat terhindar dari pengambilalihan dari pihak-pihak lain.
Dikatakan ketua PP LDNU ini, potensi waqaf di Indonesia cukup besar, sehingga jika diatur secar baik bukan saja bisa menjadi sumber pengembangan ekonomi masyarakat tapi juga dalam situasi tertentu sebagai sarana pemulihan ekonomi. Apalagi ini menyangkut kepentingan umat islam yang nota bene sebagai penduduk mayoritas di Indonesia. "Kekaburan payung hukum dan manajemenlah yang kemudian menjadikan aset para mawaqif ini tidak terkelola secara baik," tegasnya kepada NU Online.
Lebih jauh salah satu pendiri PMII ini mengatakan, waqaf itu merupakan hak pemberi waqaf (mawaqif) yang harus disampaikan dan digunakan untuk kepentingan sosial dan kemasyarakatan, namun dalam pelaksanaanya seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum yang menerima waqaf. Hal inilah, lanjut Nuril yang dikhawatirkan karenaanya kedepan aset-aset itu perlu dikelola oleh negara dengan tujuan untuk pemberdayaan ekonomi sekaligus sebagai amal yang akan terus mengalir kepada para mawaqif. (cih)
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
3
Rais 'Aam PBNU Ajak Umat Islam Tanggapi Masa Sulit dengan Ilmu
4
Ketua PBNU Nilai BPKH Penting Tetap sebagai Lembaga Independen
5
Tidak Hanya Pelajar, BGN juga Targetkan MBG Menyasar Ibu Hamil dan Menyusui
6
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
Terkini
Lihat Semua