Warta

Survei: Mayoritas Muslim Tak Setuju Pesantren Tempat Persemaian Terorisme

Kamis, 21 Juni 2007 | 09:45 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagian besar umat Islam (Muslim) di Indonesia tak setuju jika dikatakan bahwa pondok pesantren adalah merupakan tempat persemaian atau pendidikan terorisme, demikian hasil survei dua lembaga di Indonesia: Indo Barometer dan The Wahid Institute.

Dua lembaga tersebut, dalam paparan hasil surveinya kepada wartawan, di Kantor The Wahid Institute, Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta, Kamis (21/6), menjelaskan, survei tersebut dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. Jumlah sampel awal yang digunakan sebanyak 1200 responden dari seluruh agama.

<>

“Yang dianalisa dalam laporan ini hanya responden beragama Islam yang berjumlah 1047 orang. Sampel ditarik dari seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.

Menurut Qodari, ditangkapnya sejumlah pelaku terorisme yang berlatar belakang pesantren menimbulkan asosiasi antara pesantren, kurikulum pesantren dan terorisme. Namun, pada kenyataannya, melalui survei tersebut masyarakat tidak berpendapat begitu.

Dalam survei tersebut, sebagian besar, yakni 97,6 persen responden menolak pandangan bahwa pondok pesantren merupakan salah satu tempat persemaian terorisme. Sementara, sebanyak 1,0 persen menjawab setuju dan 1,4 persen tidak memberikan jawaban.

Selain itu, hasil survei dua lembaga tersebut menunjukkan, sebagian besar Muslim di negeri ini, yaitu 97,9 persen mengaku tak setuju jika dikatakan bahwa kurikulum (mata pelajaran) pesantren mengarahkan pada terbentuknya terorisme. Hanya 0,4 persen yang menjawab tidak setuju dan 1,7 persen tidak menjawab.

Dengan demikian, kata Qodari, penanganan masalah pesantren dalam kaitannya dengan pemberantasan terorisme harus berhati-hati, karena sentimen komunitas Islam menolak sinyalemen bahwa pesantren sebagai sumber terorisme.

Pendapat sedikit berbeda dikemukan cendikiawan Moeslim Abdurrahman. Menurutnya, keberadaan pesantren yang kerap dihubung-hubungkan dengan serangkaian aksi terorisme di Tanah Air itu, sebetulnya berada di luar garis pesantren pada umumnya. Pesantren itu, katanya, berbeda dengan pesantren yang dimiliki organisasi kemasyarakat Islam, semacam Nahdlatul Ulama (NU).

Ia mengkritik beberapa hasil survei tersebut yang dinilainya masih menggunakan cara pandang bahwa terorisme murni kaitannya dengan agama. “Kalau memang ada kaitannya dengan agama, sebetulnya bisa diselesaikan dengan agama,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, pada kenyataannya, terorisme masih dianggap menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia. Terorisme masih merajalela. Hal itu, ujarnya, jelas menunjukkan bahwa aksi kekerasan tersebut memiliki beragam masalah terkait, tidak saja agama. “Ada masalah politik, sosial, ekonomi dan sebagainya,” pungkasnya. (rif)