Daerah

GP Ansor Waykanan Komentari “Jangan Tutup Sekolah Kami”

Sabtu, 2 Mei 2015 | 01:01 WIB

Waykanan, NU Online
Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Waykanan Lampung Gatot Arifianto mengomentari film dokumenter "Jangan Tutup Sekolah Kami". Menurut dia, dalam kehidupan bernegara, pendidikan ialah kata kunci pentingnya regenerasi suatu bangsa
.<>
"Jalan untuk pendidikan harus senantiasa dibuka mengingat hak untuk mendapatkan pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia," tegas Gatot di Blambangan Umpu yang berada sekitar 220 km sebelah utara Kota Bandarlampung, Sabtu (2/5).

Film dokumenter "Jangan Tutup Sekolah Kami" berdurasi 10 menit, karya tiga sineas muda di Lampung, Tedika Puri Amanda, Taufan Agustyan dan Miftahuddin. Film yang diproduksi (pengambilan gambarnya) selama tiga hari itu menyampaikan pesan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara.

Untuk diketahui, sekolah-sekolah yang ada di wilayah Register 45 terancam tutup karena Pemerintah Kabupaten Mesuji di Lampung tidak lagi mengizinkan kelas jauh dengan alasan sekolah yang ada berada di kawasan Hutan Register 45.

Film tersebut diputar serentak di puluhan kabupaten/kota di Indonesia dan luar negeri pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015. Selain itu, bisa pula disaksikan di https://m.youtube.com/watch?v=e-JFf7YpbGU.

"Kami menyambut baik film tersebut sehubungan mengingatkan jika pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara atau citizen's right. UUD 45 pada Pasal 31 ayat (1) juga menegaskan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan," ujar Gatot yang juga bergiat di Gusdurian itu pula.

Guru SD Morodewe, Mesuji Nur Hamid dalam film itu memaparkan, sekolah yang akan ditutup itu didirikan atas kesepakat bersama warga daerah itu. "Kita berpikir bersama bagaimana solusinya agar anak-anak di sini tidak  bodoh, akhirnya warga berkumpul dan satu pedapat, mendirikan sekolah. Sekolah yang akan ditutup itu, berdiri sejak 13 tahun lalu dengan biaya swadaya," kata Hamid yang juga muazin di masjid daerah itu.

Dalam film itu, Bupati Mesuji Khamamik menyatakan pihaknya tidak berani melanggar UU nomor 18 tahun 2013 dan menyarankan pihak SD Morodewe berhubungan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Terkait itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hak Asasi Manusia  (PKKP-HAM) Unila Dr Tisnanta mengeaskan jika di daerah itu ribuan anak-anak yang membutuhkan pelayanan pendidikan tidak dipenuhi.

"Dan bahkan diingkari oleh pemerintah daerah setempat sebagai entitas yang harus memberikan pelayanan pendidikan. Prinsip pendidikan ialah ialah konstitusional right. Dan ketika masyarakat menyelenggarakan sendiri kemudian hendak digusur atau diluluhlatakan pemerintah jelas tidak masuk akal," ujarnya lagi.

Pengampu mata kuliah Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Metode Penelitian Hukum pada program Pasca Sarjana (S2) Fakultas Hukum Universitas Lampung itu menegaskan, kewenangan perijinan pendidikan bukan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

"Yang mempunyai kewenangan dasar untuk perijinan ialah pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus paham ada wajib belajar 6 tahun. Di Mesuji sendiri, wajib belajar justru 9 tahun, perijinan pendidikan itu menjadi kewenangan  pemerintah daerah," papar Tisnanta lagi.

Di film itu, seorang pelajar SD Morodewe membaca "Puisi Untuk Pak Jokowi" karya Moris Cahyadi, pelajar SD Morodewe. "Pak Presiden kami perlu uluran tanganmu, kami perlu kasih sayangmu. Pak Presiden, kami butuh sekolah. Berikan kami seribu guru, tapi jangan beri kami seribu sekolah tanpa guru," ujar pelajar SD di film itu.

Di Lampung, sejumlah komunitas akan memutar dan menggelar diskusi atas pemutaran dokumenter itu di beberapa tempat. Antara lain, dihelat oleh Rumah Film KPI IAIN Raden Intan Lampung mulai pukul 08.00 WIB di Ruang Dekanat Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Lalu di Unila, kegiatan diselenggarakan oleh BEM FKIP Unila dan Aliansi Gerakan Aspirasi Rakyat Lampung bertempat di Gedung D FKIP Unila,mulai Pukul 09.00 WIB. Disini juga akan ada diskusi yang menghadirkan akademisi, DPRD dan beberapa narasumber lainnya.

Ketiga di Kota Metro diselenggarakan oleh STAIN Jurai Siwo Metro, pukul 09.00 WIB di Laboratorium Bahasa Lantai 1. " Lalu di Moro-Moro Mesuji diputar pukul 19.30 WIB, di depan halaman SD Morodewe. Pemutaran diadakan malam karena dilakukan di outdoor dan kendala listrik. Di luar negeri yang akan memutar adalah di Kitakyushu Jepang, Ijmuigen Belanda, Bangi Malaysia dan Hongkong," kata Rico Andreas, Asisten Sutradara film dokumenter itu menambahkan. (Red: Abdullah Alawi)







Terkait