Daerah

Ribuan Santri Pati Akan Gelar Aksi Tolak Kenaikan Tarif PBB 250 Persen hingga 5 Hari Sekolah

Jumat, 8 Agustus 2025 | 05:00 WIB

Ribuan Santri Pati Akan Gelar Aksi Tolak Kenaikan Tarif PBB 250 Persen hingga 5 Hari Sekolah

Koordinator Aspirasi saat mengajukan izin ke Polresta Pati untuk melakukan aksi pada Rabu (13/8/2025) mendatang. (Foto: dok. Sahal Mahfudh)

Pati, NU Online

Ribuan santri yang tergabung dalam Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi (Aspirasi) akan menggelar aksi demonstrasi pada Rabu, 13 Agustus 2025 mendatang.


Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap dua kebijakan Bupati Pati, yakni kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP) sebesar 250 persen hingga penerapan full day school atau lima hari sekolah.


Koordinator Umum Aspirasi Sahal Mahfudh menilai kebijakan lima hari sekolah itu berdampak buruk terhadap pendidikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin) di Kabupaten Pati.


“Karena mulai 2025 ini, beberapa Madin dan TPQ itu terganggu dengan kebijakan lima hari sekolah yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pati atas instruksi Bupati, mulai dari TK, SD, hingga SMP. Yang mana itu usia rata-rata anak TPQ dan Madin,” jelasnya kepada NU Online pada Kamis (7/8/2kepada


Tuntutan kedua adalah menolak kenaikan tarif PBB-PP yang dianggap sangat memberatkan masyarakat, khususnya kalangan Nahdliyin dan warga Pati secara umum.


Menurutnya, masyarakat kecil seperti petani meski memiliki lahan cukup luas, tetap kesulitan membayar pajak karena hasil pertaniannya tidak sebanding.


“Itu yang dirasakan teman-teman. Ya jadi kita menolak kenaikan pajak PBB itu yang naik 250 persen hingga ke atas,” tandasnya.


Tuntutan ketiga adalah menolak penerapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).


Ia menilai kebijakan tersebut tidak berpihak pada masyarakat kecil yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi.


“Sekarang cari uang lagi susah kok malah Pemerintah Kabupaten Pati menaikkan pajak secara ugal-ugalan,” tegasnya.


Tuntutan keempat, Aspirasi mendesak agar Pemkab Pati bersedia mendengar aspirasi masyarakat dan tidak bersikap arogan.


“Tidak bersikap arogan, tapi mau ngemong, bisa musyawarah. Kalau memutuskan sesuatu diputuskan secara musyawarah,” tuturnya.


Kelima, mendesak Pemkab Pati agar menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara efisien dan efektif.


Sahal menyoroti sejumlah anggaran yang dinilai tidak prioritas, seperti pembangunan alun-alun, videotron, dan renovasi Masjid Baitunnur yang sebenarnya masih layak digunakan.


“Yang paling penting untuk diingatkan sebenarnya masjid, karena Masjid Baitunnur itu masih kokoh dan bagus. Masih sangat layak untuk dijadikan tempat ibadah, kok malah direnovasi dengan dana Rp15 miliar. Kan bisa dialokasikan untuk yang lebih prioritas,” ungkapnya.


Santri alumni Perguruan Islam Matholi’ul Falah (PIM) Kajen itu memperkirakan jumlah santri yang akan mengikuti aksi mencapai sekitar 5.000 orang.


Sahal menyebutkan, saat ini santri yang telah bergabung dalam Aspirasi berkisar antara 1.500 hingga 2.000 orang.


Ia menjelaskan bahwa para santri tersebut merupakan alumni-alumni pondok pesantren yang kini menetap di berbagai wilayah di Kabupaten Pati, mulai dari Pati Utara, Selatan, Timur, hingga Barat.


Simpul-simpul koordinasi lapangan tersebar di sejumlah kecamatan seperti Juwana, Batangan, Pucakwangi, Kayen, Sukolilo, Pati Kota, Margoyoso, Tayu, Dukuhseti, Gunungwungkal, Cluwak, dan lainnya.


“Ini simpul-simpul pergerakan dari Aspirasi,” katanya.


Ia menegaskan, aksi tersebut murni lahir dari keresahan para santri terhadap berbagai kebijakan Pemkab Pati yang dianggap tidak pro-rakyat.


“Jadi, istilahnya semuanya berjalan secara sukarela. Banyak donatur-donatur yang mendonasikan dan mendermakan (bantuan), misal alat transportasi, truk, pick up, alat peraga, dan sebagainya. Jadi itu murni dari donatur,” terangnya.


“Tidak ada yang menunggangi aksi demo ini,” tandasnya.


Ia juga menilai, banyak kebijakan Bupati Pati yang cenderung amburadul, serampangan, dan otoriter.


“Itu menimbulkan persoalan di akar rumput masyarakat. Sementara tipe kepemimpinan Bupati ini cenderung otoriter. Yang tidak manut, kalau beda pendapat dicap sengkuni," paparnya.


Sebelumnya, Sahal telah menyampaikan pemberitahuan kepada Polresta Pati terkait rencana untuk bergabung dalam aksi masyarakat Pati pada 13 Agustus 2025 mendatang itu.


Senada, Koordinator Lapangan (Korlap) Aspirasi Kecamatan Batangan Ahmad Mishbahul Arif juga menegaskan penolakan terhadap kebijakan lima hari sekolah dan kenaikan tarif PBB-PP. Ia juga menyoroti sikap arogan dalam kepemimpinan Bupati Pati.


Ia berharap Pemkab Pati segera menurunkan pajak, memberi keteladanan, serta menghadirkan suasana kepemimpinan yang sejuk dan mengayomi masyarakat.


“(Serta) ijazah diniyah jadi penunjang untuk melanjutkan di jenjang yang selanjutnya (dan) sekolah kembali ke enam hari,” harapnya.


Ayik, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa para santri yang turun aksi bukanlah mereka yang masih belajar di pesantren, melainkan para alumni dari berbagai pesantren.


“Karena santri tetaplah santri walau jadi kiai, tokoh atau petani dan lain sebagainya,” ucapnya.