Internasional

Shalat Jumat di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam

Jumat, 24 Mei 2019 | 03:00 WIB

Shalat Jumat di Masjid Al-Ikhlas Amsterdam

Penulis mengisi khutbah Jumat di Masjid PPME Amsterdam, Belanda.

Shalat Jumat berbeda dengan shalat wajib lainnya. Jika imam sudah iktidal pada rakaat kedua, makmum masih belum melakukan takbiratul ihram maka tidak ada kesempatan lagi disebut berjamaah Shalat Jumat. Statusnya sudah terbilang meninggalkan Shalat Jumat. Sedangkan pada shalat fardlu setiap hari, selama makmum masbuq masih bisa ikut bareng duduk bareng bersama imam di rakaat terakhirnya, maka ia sudah termasuk mendapatkan keutamaan sholat berjamaah.

Seperti yang ditanyakan oleh Erwien Samantha Yustiawan pada 14 Mei 2019 yang lalu, tentang status makmum masbuq pada shalat fardlu yang hanya mendapatkan duduk tawarruk atau duduk tahiyat terakhir dalam shalat, apakah sah atau tidak?

Saya pun menjawabnya tetap sah dan mendapatkan nilai berjamaah. Sementara dalam Shalat Jumat, makmum masbuq harus mendapatkan rakaat imam yang kedu. Jika tidak, tidak sah Shalat Jumat-nya, dan terbilang orang yang tidak melakukan Shalat Jumat.

Berada di Belanda ternyata bukan halangan untuk meninggalkan shalat. Shalat berjamaah di sini tetap bisa dilakukan, meskipun masing-masing orang sibuk bekerja. Dan, bisa dikatakan tinggal di Belanda harus gila kerja. Kalau tidak gila kerja bisa stres, karena semua kebutuhan hidup sehari-hari serba mahal. Termasuk blasting atau pajak yang terbilang tinggi. Karena itu, kebiasaan di Belanda mereka yang sudah pensiun pun masih saja suka bekerja.

"Jika sudah terkumpul uangnya digunakan untuk vakansi atau liburan," ungkap Sri Barokah, pemilik Waroeng Barokah di daerah Oosdorp, Amsterdam.

Tahun 2019 ini, Panitia Ramadhan 1440 H, Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) Masjid Al-Ikhlas Amsterdam mengundang dan menjadwalkan saya untuk mengisi Ramadhan di sana. Dalam pelaksanaan shalat Jumat, saya juga diamanahi menjadi imamnya.

Setiap mengisi khutbah Jumat, saya menyampaikannya dalam tiga bahasa. Sekali-kali diselipkan Bahasa Inggris untuk menyapa jamaah muallaf Belanda dan warga asing. Sekali-sekali diselipkan Bahasa Arab, untuk menyampaikan kepada jamaah kewarganegaraan Turki dan Maroko. Tentunya kebanyakan materi disampaikan dengan Bahasa Indonesia. Hal ini sengaja saya lakukan untuk menunjukkan ciri khas Masjid Indonesia yang juga dijadikan sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia di Amsterdam.

Jika ada yang berkunjung ke Belanda dan baru mendarat di Bandara Schipol, lalu mencari masjid terdekat dari arah Schipol, pasti yang keluar pertama kali adalah Masjid Indonesia PPME Al-Ikhlas Amsterdam ini. Letaknya yang berdekatan dengan bandara kurang lebih sekitar 15-20 menit saja dengan mobil pribadi, menjadi semakin banyak dikunjungi oleh Muslim mancanegara yang akan melakukan kewajiban Shalat Jumat.

Shalat Jumat di sini dilakukan sebagaimana jadwal Shalat Dzhuhur di Amsterdam, yaitu pukul 13.40 waktu Amsterdam. Tetapi, sambil menunggu jamaah lain yang masih dalam perjalanan menuju masjid, karena biasanya masjid ini menampung sampai 200 jamaah, Pengurus Masjid PPME memberikan kesempatan toleransi sampai pukul 14.00 untuk memulai kegiatan Shalat Jumat.

Seperti kebiasaan di Indonesia, sebelum pelaksanaan Shalat Jumat, diumumkan dahulu laporan keuangan dan petugas Jumat oleh pengurus. Setelah kumandang adzan pertama, khotib naik mimbar dan memberikan salam. Selanjutnya dikumandangkan adzan kedua. Setelah itu khatib menyampaikan dua khutbahnya.

Selama di Amsterdam, saya berdoa semoga Ramadhan di musim dingin di Belanda ini  tidak melunturkan semangat untuk selalu melakukan kewajiban dan berjamaah di masjid. Sehingga, masjid menjadi makmur dan rasa persaudaraan semakin erat.

Khumaini Rosadi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ichsan Bontang, Dai Tidim Jatman, Dai Ambasador Cordofa, Dosen STIT Syam Bontang, Guru PAI SMA YPK Bontang, Muballigh LDNU Bontang, Imam Masjid Agung Al-Hijrah Kota Bontang, tengah bertugas dakwah Ramadhan di Belanda.


Terkait