Nasional

Empat Jenis Pertemuan yang Dapat Merekatkan Persatuan

Kamis, 28 November 2019 | 05:45 WIB

Empat Jenis Pertemuan yang Dapat Merekatkan Persatuan

H Robikin Emhas membuka kegiatan Workhsop Young and Tolerance di Aula Gedung PBNU, Kramat Raya. (Foto: NU Online/Siwitno)

Jakarta, NU Online
Ketua Harian Pengurus Besar Nahdaltul Ulama H Robikin Emhas menjabarkan empat jenis pertemuan yang dikenal di lingkungan Nahdaltul Ulama. Menurutnya, keempat jenis pertemuan tersebut dapat merekatkan persatuan dan persaudaraan. 
 
“Di NU itu ada beragam jenis pertemuan. Pertama yaitu silaturahim, dalam silaturahim ini kita saling mengenal, siapa namanya, apa sukunya, dan sebagainya,” tuturnya saat membuka kegiatan Workhsop Young and Tolerance di Aula Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/11). 
 
Jenis pertemuan yang kedua, yakni silatulafkar yaitu saling bertukar pikiran. Ketika seseorang sudah mengenal antar sesama, maka sebagai manusia diperkenankan untuk saling bertukar pikiran mendiskusikan berbagai hal termasuk masalah-masalah yang krusial seperti intoleransi dan ujaran kebencian. 
 
Tidak cukup dengan silatulafkar, lanjut dia, masyarakat Indonesia juga harus melakukan silatul amal, yaitu saling kerja sama saling membantu dan gotong royong dalam kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. 
 
“Selanjutnya silatulamal. Kerja sama, memembantu antarsesama dan toleransi,” ucap pria yang juga Staff Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) ini.
 
Terkahir, masyarakat Indonesia harus melakukan silaturuh, yaitu menyambungkan hati melalui persambungan visi yang sama, keadilan, kemanusiaan, persamaan hak dan upaya mewujdukan kesetaraan. Ketika sudah melakukan silaturuh maka sebagai umat manusia tidak lagi mempersoalkan minoritas dan mayoritas, juga tidak mementingkan identitas suku seseorang. 
 
“Itu tidak ada gunanya, di mata hukum dan pemerintahan tidak ada apapun,” katanya. 
 
Ia berharap pemuda Indonesia sebagai pelopor gerakan toleransi harus memperkuat empat perjumpaan tersebut. Hal itu agar masyarakat Indonesia menjadi ummatan wahidatan yaitu masyarakat yang plural, heterogen, mejemuk, dan memiliki kesamaan visi membangun bangsa. 
 
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Syamsul Arifin