Gus Baha Dorong Pentashihan Al-Qur'an Memperhatikan Unsur Fiqih dan Kehati-hatian
Rabu, 16 Juli 2025 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Lembaga Pembinaan, Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Quran (LP3IA) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengingatkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama RI untuk berhati-hati dalam menafsirkan Al-Qur'an.
Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan dan audiensi dengan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar dan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an di Jakarta.
Kementerian Agama RI melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran tengah mempersiapkan penyempurnaan produk Al-Qur'an dan tafsir terbitan Kementerian Agama. Tim penyempurnaan diketuai oleh Darwis Huda dan Gus Baha menjadi anggota.
"Pesan saya kepada tim penyempurnaan tafsir Kemenag RI, karena ini mewakili negara, tentu harus hati-hati," jelasnya seperti dikutip dari akun Youtube officiallp3ia, Selasa (15/07/2025).
Gus Baha menambahkan, alasan perlunya kehatian-hatian karena masyarakat Indonesia menggunakan beberapa rujukan tafsir Al-Qur'an. Bahkan, ulama Indonesia juga memiliki beberapa karya tafsir seperti Buya Hamka, Prof Quraish Shihab, dan KH Bisri Mustofa.
Karena ada beberapa perbedaan kitab rujukan dalam tafsir, seringkali masyarakat mengikuti tafsir Kementerian Agama RI karena dinilai lebih netral dan mewakili semua kalangan.
"Fakta bahwa penafsiran yang beredar di Indonesia itu ada banyak perbedaan, tentu orang akan merujuk ke Kemenag RI,"kata tokoh asal Rembang ini.
Bentuk kehati-hatian, kata Gus Baha, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran harus memiliki nilai dasar atau titik temu dalam masalah validitas data, otentik dan tentunya komprehensif yaitu melihat secara menyeluruh serta melihat satu kajian dari berbagai sisi.
"Jadi saya mohon tim lebih hati-hati, lebih jaga validitas data, otentik, dan komprehensif," tegas Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Anggota Tim, mengingatkan pentingnya kehati-hatian karena produk tafsir kementerian agama mewakili negara dan menjadi rujukan utama umat. Maka harus disusun secara teliti dan penuh tanggung jawab.
Selain itu, Gus Baha juga berpesan untuk memperhatikan ayat-ayat yang mengandung hukum. Karena dikhawatirkan menimbulkan salah paham bagi masyarakat awam dan menimbulkan pada rusaknya ibadah serta mengacaukan tatanan masyarakat.
"Ayat-ayat tentang fiqih juga harus menjadi perhatian khusus, penafsiran harus dijelaskan secara teliti. Agar tidak menimbulkan salah paham di masyarakat," pintanya.
Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran bisa mewujudkan tafsir Kementerian Agama yang menjadi sumber informasi sekaligus menjadi sumber konfirmasi. Ia juga menginstruksikan agar proses penyusunan tidak tergantung pada kecerdasan buatan seperti Artificial Intelligence (AI).
"Agar proses penyusunan tidak bergantung pada kecerdasan buatan, pentingnya kejujuran akademik dan ketulusan hati dalam menulis tafsir," tandas Gus Baha.