Nasional

Jalan Keluar Atasi Ketimpangan Ekonomi melalui Distribusi Tanah

Sabtu, 25 November 2017 | 03:59 WIB

Jalan Keluar Atasi Ketimpangan Ekonomi melalui Distribusi Tanah

Foto: Ahmad Labieb/NU Online

Lombok Barat, NU Online
Kebutuhan atas tanah adalah mutlak. Dalam Islam hal ini terkait dengan hifdhun nafs (hak hidup) dan hifdhul mal (hak atas properti). Salah satu bagian dari hifdhun nafs adalah hidup yang layak, dan salah satu bagian dari hifdhul mal adalah keseimbangan ekonomi (at-tawazun al-iqtishadi).

Demikian disampaikan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU Abdul Moqsith Ghazali saat menyampaikan laporan hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah pada sidang pleno yang digelar di Pondok Pesantren Darul Qur'an, Bengkel, Lombok Barat, Sabtu (25/11).

"Hal ini menunjukkan bahwa Islam itu adalah anti ketimpangan termasuk di dalamnya ketimpangan ekonomi," ucapnya.

Menurut Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah yang fokus pada isu-isu konseptual dan tematik, ada beberapa hal yang ditawarkan oleh Islam untuk menangani ketimpangan, di antaranya zakat, infak dan sedekah. 

Negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk menciptakan keseimbangan ekonomi melalui pendekatan preventif dan kuratif. Namun sekarang ketimpangan itu sudah nyata dan terjadi. Maka setidaknya ada empat jalan keluar yang bisa ditempuh: 

Pertama, menarik kembali tanah yang didistribusikan oleh pemerintah secara berlebihan. Kedua, menarik kembali tanah Hak Guna Usaha yang tidak manfaat atau bermanfaat, tetapi tidak sebagaimana semestinya. 

Ketiga, membatasi Hak Guna Usaha untuk pengusaha baik jumlah lahan maupun waktu pengelolaan dengan prinsip keadilan.

Keempat, mendistribusikan tanah yang dikuasai negara untuk fuqara dan masakin (kalangan fakir miskin), baik dalam bentuk tamlik (hak milik) atau ghairu tamlik (bukan hak milik) dengan prinsip keadilan. 

Dalam laporannya, Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah juga menyinggung soal hak atas tanah. Komisi ini menyerukan agar tanah tidak dimonopoli oleh sebagian sehingga menciptakan ketimpangan. Komisi yang fokus pada materi perundang-undangan ini juga mendorong adanya payung hukum untuk kepentingan ini.

Sidang pleno dipimpin oleh Ketua PBNU Robikin Emhas. Turut duduk di atas panggung Rais 'Aam PBNU KH Ma'ruf Amin, Wakil Rais 'Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, Katib 'Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Rais Syuriyah PBNU KH Musthofa Aqil, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU H Marsudi Syuhud. Sidang pleno diikuti oleh seluruh peserta Munas-Konbes NU 2017 yang terdiri dari delegasi PWNU seluruh Indonesia, utusan pondok pesantren, dan lain sebagainya. (Mahbib)


Terkait