Kenangan Sahabat tentang KH Imam Aziz: Sosok Intelektual, Penggerak, dan Pengasuh
Kamis, 28 Agustus 2025 | 19:00 WIB

Testimoni para sahabat dalam peringatan 40 wafatnya KH Imam Aziz di Dusun Turen, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Kamis (21/8/2025). (Foto: dok. istimewa)
Sleman, NU Online
Berbagai kenangan dan kesan tentang KH Imam Aziz disampaikan sahabat serta rekan-rekannya dalam peringatan 40 hari wafatnya di kediamannya, Dusun Turen, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Kamis (21/8/2025). Mereka mengenang sosok Imam Aziz sebagai seorang intelektual, penggerak, sekaligus pengasuh yang meninggalkan jejak mendalam.
Salah satu yang menyampaikan testimoni adalah Nur Kholik Ridwan, tokoh Jamaah Nahdliyin Yogyakarta (JNY). Ia menggambarkan sosok Imam Aziz sebagai gunung pengetahuan.
“Mas Imam itu seperti gunung. Di luar tampak diam dan kokoh, namun di dalamnya bergemuruh,” ucapnya, melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, pada Kamis (28/8/2025).
Nur Kholik menambahkan, Imam Aziz merupakan sosok yang menginspirasi banyak aktivis muda NU untuk bersikap kritis, termasuk terhadap organisasinya sendiri. Sikap kritis, menurutnya, penting demi menjaga keseimbangan. Hal itu tampak dalam berbagai gerakan kaum muda NU pada momen-momen munas dan muktamar, di Cirebon dan Solo.
Budayawan Zastrouw Al Ngatawi juga turut berbagi kenangan sejak awal mengenal Imam Aziz. Ia terkesan dengan kepedulian Mas Imam terhadap orang lain, termasuk kepada para junior dengan menampung mahasiswa-mahasiswa baru.
Sikap peduli itu terus ditunjukkan Imam Aziz melalui pendampingan kepada kelompok rentan, gelandangan, dan masyarakat marjinal.
Imam Aziz juga menjadi salah satu pendiri Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) yang dikenal mendorong wacana Islam progresif.

Zastrouw menilai, salah satu hal yang menonjol dari Imam Aziz adalah kebiasaannya melibatkan banyak orang dalam setiap gerakan.
"Padahal, Mas Imam memiliki modal sosial, simbolik, dan budaya yang sangat besar, yang sebenarnya bisa digunakan untuk kepentingan pribadi. Namun ia memilih menjadikannya ruang kolektif," kata Zastrouw.
Pesantren Bumi Cendekia menjadi bukti nyata proses Imam Aziz mengembangkan kultur pengorganisasian masyarakat dalam bentuk pesantren. Jika umumnya pesantren dikelola secara personal atau keluarga, Bumi Cendekia justru dikelola secara kolektif oleh tokoh-tokoh JNY.
Saat ini, dewan pengasuh pesantren tersebut juga melibatkan tokoh perempuan. Nama Bumi Cendekia diusulkan oleh Imam Aziz sejak awal pendiriannya.
Menurut Zastrouw, Imam Aziz dikenal sebagai tokoh awal yang memperkenalkan gagasan Islam kiri di kalangan intelektual muda pada era 1990-an. Melalui LKiS, banyak gagasan Islam kontemporer yang dikenalkan kepada masyarakat.
“Bagi saya, Mas Imam itu seperti air yang menyirami semua jenis tumbuhan tanpa terkecuali,” ujarnya.
Menurut Zastrow, Imam Aziz menjalani lelaku brata tirta yang menyusup ke mana-mana dan menyesuaikan diri layaknya air. Terlihat tenang, namun terus bergerak.
Kenangan lain disampaikan oleh Nuruddin Amin atau Gus Nung dari Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara, Jawa Tengah.
Ia mengisahkan filosofi penamaan LKiS yang menggunakan istilah “lembaga kajian” alih-alih “pusat studi,” seperti tren pada masanya. Menurutnya, Imam Aziz enggan menjadikan sesuatu sebagai pusat atau mengklaim sebagai yang utama.
Gus Nung juga mengenang masa kuliah ketika Imam Aziz sering membantu teman maupun junior yang mengalami kesulitan.
"Mas Imam kerap memberikan rekomendasi bacaan yang menumbuhkan iklim intelektual, khususnya di IAIN Yogyakarta (kini UIN)," kata Gus Nung.
Acara 40 harian Imam Aziz diawali dengan pembacaan tahlil dan doa, lalu dilanjutkan testimoni sahabat dan rekan-rekannya. Agenda ini dihadiri sejumlah tokoh dari berbagai organisasi, baik dalam maupun luar Yogyakarta.
Selain Nur Kholik, Zastrouw, dan Gus Nung, hadir pula tokoh-tokoh lain, di antaranya Ketua PWNU DIY Kiai Zuhdi Muhdlor, Kepala Kanwil Kemenag DIY Ahmad Bahiej, Rochmat Wahab, Aguk Irawan, Kiai Hasan Abdullah, Imam Mahali, Gus Mustafid, Kiai Mu'tashim Billah, dan Kiai Edy Musoffa. Tampak pula tokoh perempuan,antara lain Siti Rohmah Nurhayati dan Nehik Sri Hidayati.