Nasional

KH Hasyim Asy'ari Figur Tak Gila Jabatan

Rabu, 28 Agustus 2019 | 11:30 WIB

KH Hasyim Asy'ari Figur Tak Gila Jabatan

Kepala Pondok Pesantren Tebuireng Putri KH Fahmi Amrullah Hadzik di Malaysia

Kuala Lumpur, NU Online
Kepala Pondok Pesantren Tebuireng Putri KH Fahmi Amrullah Hadzik alias Gus Fahmi menjelaskan sejarah perjuangan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH M Hasyim Asy'ari untuk agama dan negara di Forum Kemerdekaan (Sempena Bulan Kemerdekaan Malaysia dan Indonesia).
 
Acara tersebut berlangsung Selasa (27/8) di International Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS), Kuala Lumpur, Malaysia. 
 
Cucu Hadratusyaikh KH M Hasyim Asy'ari ini memulai penjelasannya dengan membacakan riwayat pendidian Kiai Hasyim, dilanjutkan pada kisah perjuangan Kiai Hasyim dalam mendirikan pesantren, Nahdlatul Ulama dan meraih kemerdekaan Indonesia.
 
"Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari memang tidak ikut bertempur di medan laga, akan tetapi peran beliau dalam perjuangan amatlah besar," katanya.
 
Dijelaskan, Kiai Hasyim memiliki jiwa kesatria yang tidak gila jabatan dan pengakuan dari pihak lawan maupun kawan. Walaupun saat itu Kiai Hasyim memiliki pengaruh begitu besar. 
 
"Apalagi mayoritas ulama besar saat itu pernah belajar di Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh KH Hasyim Asy'ari," tandasnya.
 
"Bahwa pada masa penjajahan Belanda, Mbah Hasyim menolak dianugerahi bintang kehormatan oleh pemerintah Belanda," imbuh Gus Fahmi.
 
Selain itu, menurut Gus Fahmi, Kiai Hasyim juga memiliki karakter yang kuat. Ia akan membela dengan sekuat tenaga kebenaran yang diyakininya. Bahkan harus menanggung berbagai resiko. Seperti di penjara dan disiksa oleh pihak lain.
 
"Pada masa penjajahan Jepang, Mbah Hasyim mengeluarkan fatwa haram bagi bangsa Indonesia untuk melakukan Seikerei (penghormatan kepada dewa matahari dengan cara membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit)," tambahnya.
 
Di masa penjajahan, Kiai Hasyim juga sempat mengeluarkan resolusi jihad. Saat itu, ia mengumpulkan para ulama di Surabaya dan pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Efek dari resolusi ini yaitu adanya pertempuran 10 November di Surabaya. Kemudian peristiwa heroik itu diperingati sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.
 
"Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan," tandasnya.
 
Gus Fahmi diundang sebagai pembicara sebagai perwakilan dari keluarga KH M Hasyim Asy'ari. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati jasa besar Syaikhul Islam Tuan Guru Haji Abdullah Fahim dan Hadratus Syekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari.
 
Acara ini juga dihadiri sejumlah tokoh Malaysia, mereka diundang sebagai narasumber dalam acara tersebut. Diantaranya adalah Prof Dato' Dr Mohammad Yusof Othman, Prof Dato' Dr Ahmad Murad Merican, dan Dr KH Muhammad Hasan.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman 
Editor: Muiz