Nasional

LKK PBNU Sebut Aneh Draf RUU Ketahanan Keluarga

Kamis, 20 Februari 2020 | 09:45 WIB

LKK PBNU Sebut Aneh Draf RUU Ketahanan Keluarga

Sekretaris LKK PBNU Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU) mengkritik isi yang ada pada draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga. RUU yang berasal dari inisiasi DPR itu disebut aneh.
 
"Aneh-aneh aja. Nih orang-orang kayak kurang masalah aja," kata Sekretaris LKK PBNU Alissa Qotrunnada Munawaroh alias Alissa Wahid kepada NU Online, Kamis (20/2).
 
Alissa mencatat setidaknya ada dua hal yang beramasalah pada isi RUU tersebut. Pertama tentang negara yang dianggap terlalu masuk pada urusan privat, seperti soal tempat tidur yang terpisah antara orang tua dan anak sebagaimana dalam pasal 33 ayat (2) huruf b yang berbunyi 'memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara Orang Tua dan Anak serta terpisah antara Anak laki-laki dan Anak perempuan'.
 
"Itu sangat privat. Seharusnya enggak perlu masuk. Kalau mau mengkampanyekan, jangan satu kamar, ya jangan lewat RUU, tapi melalui gerakan sosial," jelasnya.
 
Kedua, kekeliruan cara pandang tentang relasi suami-istri seperti yang tertulis dalam Pasal 25 ayat (2) dan (3). Pada Pasal 25 ayat (2) berbunyi Kewajiban suami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain: a. sebagai kepala Keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan Keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan Keluarga.
 
Pada poin b: melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran; poin c. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; poin d. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.
 
Lalu pasal (3) Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain: a. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya; b. menjaga keutuhan keluarga; serta c. memperlakukan suami dan Anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
Menurut Alissa, pasal tersebut terlalu mendomestikasi perempuan karena tidak ada semangat keadilan dan keseimbangan di dalam keluarga. "(RUU Ketahanan Keluarga) Tidak ada semangat mubadalah, saling. Itu secara agama saja sudah salah pandangnya itu," ucap perempuan yang juga Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.
 
Ia mengatakan, jika keberadaan UU itu diperlukan, maka harus dikaji ulang karena keluarga merupakan unit sosial yang terkecil. "Harus dikaji lagi seberapa penting undang-undang ini," ucapnya.
 
 
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Kendi Setiawan