Nasional

Peringatan Hari Santri, Capaian Fenomenal Dua Tahun Kepengurusan PBNU 2015-2020

Jumat, 24 November 2017 | 22:00 WIB

Mataram, NU Online
Muktamar NU di Jombang 2015 lalu menjadi babak baru kepemimpinan Nahdlatul Ulama. Pada Muktamar ke-33 inilah mekanisme pemilihan Rais ‘Aam direformasi. Sistem ahlul halli wal aqdi dimana orang-orang terpenting dan berpengaruh diberi kewenangan untuk menentukan pimpinan tertingginya, untuk pertama kalinya dipilih sebagai sarana demokratis pemilihan Rais `Aam PBNU.

Hasilnya duet kepemimpinan KH. Ma’ruf Amin sebagai Rais ‘Aam; dan KH. Said Aqil Siroj sebagai mandataris Muktamar, resmi dikukuhkan pada Kamis, 6 Agustus 2015.

Demikian terungkap saat Sidang Pleno Kedua pada Munas Konbes 2017 di pelataran Masjid Islamic Center, NTB, Kamis (23/11).

Disebutkan dalam dua tahun masa kepemimpinan Ketum KH Said Aqil Siroj dan Rais Aam PBNU KH Maruf Amin, PBNU telah menorehkan sejumlah capaian.Salah satunya adalah peresmian 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Keppres No. 22 Tahun 2015.

Keputusan Presiden ini bukan saja mengandung makna penghargaan kepada ulama dan pengakuan kepada kaum santri. Lebih dari itu, Hari Santri telah berhasil menyambung dan menghidupkan kembali obor-obor kejuangan NU yang lama terputus dan mati.

Awal kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2015-2020 langsung memperjuangkan eksistensi santri. Lika liku perjuangan tidak menghalangi perjuangan penetapan Hari Santri. Pemerintah awalnya mengusulkan hari santri ditetapkan pada 1 muharram/ tahu baru islam. 

Namun usul itu ditolak oleh Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj karena 1 Muharram dirayakan seluruh Muslim di dunia, tidak hanya di Indonesia. Kiai Said pun mengusulkan 22 Oktober sebagai hari santri karena ada filosofi kesejarahan yakni keluarnya resolusi jihad, pemantik perjuangan santri dan kiai melawan kolonialisme dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Usulan ini kemudian diperjuangkan PBNU dengan cara menggelar Kirab Resolusi Jihad pada 18-22 Oktober 2015 dari Tugu Pahlawan Kota Surabaya, Jawa Timur dan finish di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat yang ditutup dengan Apel peringatan Hari Santri. Hal yang sama pada 2011 juga sempat dilakukan para aktivis muda NU dengan menggelar kirab napak tilas Resolusi Jihad Surabaya-Jakarta.

Kemudian, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Meskipun Negara dinilai terlambat dalam mengakui eksistensi santri, berbagai kalangan terutama pesantren mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. Puncak penyampaian keputusan tentang Hari Santri ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal Jakarta.  

Pada tahun 2016, PBNU menggelar rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri pertama. Selain Kirab Resolusi Jihad yang dimulai dari ujung pulau jawa, Banyuwangi ke Cilegon dan finis di Monumen Nasional (Monas) untuk upacara pada 22 Oktober 2016, PBNU menggelar acara 1 miliar sholawat nariyah serentak seluruh nusantara pada 21 Oktober 2016 malam.

Sementara peringatan hari santri kedua pada 2017 ini beberapa daerah menggelar rangkaian hari santri secara mandiri bersinergi dengan berbagai pihak. PBNU pada tahun ini menitikberatkan pada dua acara pembacaan 1 miliar sholawat nariyah serentak seluruh nusantara dan apel hari santri di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. (Kendi Setiawan)


Terkait