Nasional

Soal Nabi Muhammad Diutus Allah dari Kota Makkah

Sabtu, 16 Mei 2020 | 10:30 WIB

Soal Nabi Muhammad Diutus Allah dari Kota Makkah

Muhammad Quraish Shihab. (Foto: via Narasi TV)

Jakarta, NU Online
Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan Bani Hasyim dari Suku Quraisy yang mendiami Kota Makkah. Menurut Ulama Ahli Tafsir Muhammad Quraish Shihab, dalam Al-Qur’an dijelaskan mengapa Nabi Muhammad tidak diutus dari seseorang yang berada di Makkah atau di luar Makkah.

“Ada sebuah firman Allah yang mengatakan: Allah mengetahui siapa dan dimana yang paling tepat dia menetapkan dan mengutus utusan-Nya,” jelas Quraish Shihab dalam program Mutiara Hati SCTV.

Dari firman ini, menurutnya kurang ditepat jika ada yang mengatakan bahwa Nabi diutus karena disanalah wilayah yang paling bejat.
 
 
Namun, ada pula sejumlah jawaban yang dianggap lebih masuk akal. Di sana disebutkan bahwa Timur Tengah dianggap yang paling wajar untuk terbitnya ajaran ini, karena jalur ke Eropa, Afrika, dan Asia.

Ada dua kekuatan super power di Timur Tengah ada saat itu. Persia yang menyembah api serta kawasan Romawi yang mengaku beragama nasrani, namun hidup berfoya-foya.

"Hanya ada satu tempat yang belum dikuasi oleh kedua super power tersebut, yaitu Jazirah Arab," ungkap Prof Quraish.

Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) ini menjelaskan, bahwa di Makkah ada satu suku yang paling berpengaruh, yaitu Suku Quraisy. Dari sanalah kemudian muncul agama ini.
 

Prof Quraish menerangkan, ada pula suku yang paling utama, yakni Umayyah dan Bani Hasyim. Umayah dikenal sangat pandai berpolitik, sedangkan Bani Hasyim dikenal sebagai keluarga yang sangat mengabdi kepada Allah.

"Umayah dikenal sebagai orang yang tidak simpatik dalam penampilannya. Sedangkan yang paling utama dari suku Hasyim adalah Nabi Muhammad SAW. Karena itu Allah memilihnya dari Makkah, terbitnya ajaran ini (Islam)," jelasnya.

Dalam kesempatan lain, Prof Quraish menjelaskan, salah satu unsur akidah Islamiyah, yaitu percaya pada Nabi. Dari segi bahasa, kenabian atau nabi diambil dari kata naba, yang berarti berita penting.

Sementara, Nabi adalah sosok yang mempunyai hubungan dengan Tuhan yang bertugas menyampaikan tuntunan Allah SWT.

"Pada saat tuntunan yang disampaikan atas perintah Allah kepada masyarakatnya, maka saat itulah sang Nabi meningkat menjadi Rasul," ungkap Quraish Shihab.
 

Lantas, perlukah Nabi dan Rasul? Quraish Shihab menganalogikan pertanyaan ini dengan tugas seorang polisi. Perlukah seorang polisi lalu lintas?

"Perlu, karena manusia itu egois. Semua ingin cepat sampai ke tujuan. Kalau tidak ada yang mengatur, maka tabrakan bisa terjadi," ungkapnya.

Sama halnya dengan kehidupan, perlu ada yang mengatur. Siapa yang tidak mempunyai kepentingan dalam mengatur lalu lintas kehidupan manusia?

"Allah SWT mengetahui kepentingan manusia. Dari sini Allah menugaskan Nabi dan Rasul untuk menyampaikan tuntunannya. Dari sini maka kita memerlukan nabi dan rasul," ucap Prof Quraish.

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan