Warta

Chalid Mawardi: Jangan Pilih Kader Partisan

Kamis, 6 Januari 2011 | 11:34 WIB

Jakarta, NU Online
Tokoh NU yang juga mantan Ketua Umum PP GP Ansor KH Chalid Mawardi tahun 1980-1985 ini mendesak agar peserta Kongres GP Ansor XIV pada 13-17 Januari 2011 di Surabaya nanti tidak memilih kader partisan atau yang berasal dari partai politik. Sebab, kalau mereka yang menjadi pimpinan, maka yang akan dibesarkan adalah partainya, bukan NU.

”Kalau GP Ansor tidak mau diseret-seret untuk kepentingan parpol, maka Kongres GP Ansor harus menghindari kader-kader parpol. Sebab, GP Ansor harus kembali ke khittahnya, yaitu menjadi bagian dari perjuangan NU dan tidak boleh berpolitik,” tandas KH Chalid Mawardi dalam diskusi Kamisan NU Online di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta, pada Kamis (6/1).<>

Yang pasti kata mantan Ketua PBNU ini secara organisatoris GP Ansor sebagai Badan Otonom NU, gerak langkah dan perjuangannya tidak boleh menyimpang dari garis perjuangan NU yang kembali ke Khittah sejak tahun 1984. Bahwa GP Ansor harus dipimpin oleh kader non partisan, mengingat GP Ansor merupakan bagian kekuatan perjuangan NU. Setidak-tidaknya untuk mengawal ideologi dan keislaman ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) NU.

Oleh sebab itu Chalid Mawardi mengimbau jika ada calon Ketua Umum GP Ansor dari luar parpol, itulah yang harus didukung. Sebab, kader ini diharapkan akan mengembalikan kharisma dan wibawa NU ke depan di tengah NU mengalami krisis kharisma ulama sekarang ini.

”Dulu dengan kharisma ulama, intelektual dan wawasan yang luas, muktamar NU dan konres GP Ansor itu tidak pernah pakai uang atau money politics dan NU justru berwibawa dan mandiri secara organisasi serta disegani oleh negara. Tapi, sekarang ini sebaliknya. Bahkan pimpinan GP Ansor pun melanggar AD/ART GP Ansor sendiri dengan mengulur-ulur Kongres. Sehingga kepengurusannya menjadi tidak legitimate lagi,”ujar Chalid Mawardi.

Dengan demikian jika GP Ansor ternyata nantinya dinilai menyimpang dan tidak berguna bagi NU, maka PBNU bisa menegaskan GP Ansor bukan bagian dari PBNU. Mengapa? ”Dulu, semua keputusan GP Ansor itu disahkan (ditashih) oleh PBNU. Jika PBNU menolak keputusan GP Ansor itu, maka keputusan itu menjadi tidak sah. Jadi, keberadaan GP Ansor ini ada di tangan PBNU,”tutur Chalid Mawardi mengingatkan.

Sementara itu Slamet Effendy Yusuf yang juga mantan Ketua Umum PP GP Ansor tahun 1985-1990 ini merasa aneh kenapa Kongres disesuaikan dengan kesediaan Presiden SBY bisa membuka Kongres. Karena itu ke depan dia meminta agar GP Ansor ini diletakkan sebagai organisasi yang bermartabat. Selain mengawal perjuangan NU juga melakukan kaderisasi yang benar, karena GP Ansor itu merupakan sumber kader untuk NU.

Ketua PBNU itu menilai jika dalam dua periode GP Ansor sekarang mengalami hilangnya kaderisasi (the loss generation). Sehingga GP Ansor kehilangan ideologi, mengalami degradasi luar biasa dan cenderung pargamatis. ”Prinsip-prinsip itulah yang harus dikembalikan dalam Kongres Ansor di Surabaya ini,” harap Slamet. (amf)


Terkait