Warta

Da'i Seharusnya Lengkapi Diri dengan Ilmu Ushul Fiqh

Sabtu, 30 September 2006 | 08:31 WIB

Jakarta, NU Online
Keberadaan dai yang dituntut untuk bisa menjawab berbagai persoalan yang diajukan oleh ummat menuntutnya harus memahami berbagai macam ilmu agama. Rais Syuriah PBNU KH Masyhuri Naim malah menganjutkan agar para dai melengkapi dirinya dengan ilmu ushul fikh. “Ini sangat berguna dalam berdakwah, untuk mempertahankan pendapat yang diyakini kebenarannya,” tuturnya dalam acara pelatihan Dai di PBNU, Sabtu.

Ushul fikh memungkinkan seseorang mengetahui kaidah-kaidah fikih sehingga ia mengetahui latar belakang sebuah keputusah fikih diambil. “Jangan sampai bahasa Arab saja tidak bisa tapi sudah menyalahkan dan membidahkan orang lain,” katanya.

<>

Lulusan Universitas Ummul Qura Makkah tersebut menjelaskan bahwa aliran ahlusunnah wal jamaah adalah aliran yang mengikuti ajaran rasulullah, para sahabat dan para ulama yang mumpuni. “Dengan demikian, tuhan sebagai penentu bukan akal manusia yang menentukan,” tuturnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Ini berbeda dengan golongan Mu’tazilah yang lebih mendahulukan akal daripada Qur’an dan sunnah yang ketika tidak sesuai dengan akal disingkirkan karena tidak sesuai dengan akal.

Aswaja bukan Hanya NU

Sementara itu Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo menjawab pertanyaan salah satu peserta menjelaskan bahwa yang dimaksud ahlusunnah wal jamaah bukan hanya NU, tetapi termasuk golongan lain yang mengikuti mazhab Imam Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali.

“Kalau di NU berdasarkan penelitian Dr. Zahro memang 80 persen hasil bahstul masail menggunakan rujukan dari kitab-kitab imam Syafii,” kata Khuzaimah.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Jika di Indonesia, Malaysia dan Thailand banyak menggamalkan mazhab Imam Syafii, rakyat Mesir lebih banyak menggunakan pendapat Imam Malik. Sementara itu pendapat Imam Hanafi banyak berkembang di Turki, Afganistan, India, Pakistan, sampai di Brazil sedangkan pengikut mazhab Hanbali banyak tersebar di Saudi Arabia, Syiria dan beberapa negara Afrika.

Ia juga menjelaskan bahwa  radikalisme Islam, hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman agama Islam. “Dalam ajaran Islam memang ada perintah untuk menyuruh berbuat makruf dan mencegah perbuatan mungkar, tetapi tidak dengan cara yang radikal,” tuturnya.

Dakwah juga harus dilakukan dengan hikmah yang berkenaan dengan rahasia, faedah dan maksud dari wahyu ilahi. “Para dai harus pandai memilih bahan-bahan pelajaran agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka, sehingga mereka tidak merasa berat dalam menerima ajaran agama. Dai juga harus pandai menyajikan bahan-bahan pengajian sehingga mudah diterima,” tambahnya.

Masalah Furuiyah Tak Perlu Dibesar-Besarkan

Ketua LDNU KH Nuril Huda menambahkan agar masalah furuiyah atau masalah cabang-cabang agama seperti jumlah rakaat tarawih, doa kunut sampai dengan tahlil tak perlu dibesar-besarkan karena persatuan ummat Islam lebih besar nilainya.

“Jangan  sampai mburu uceng kelangan deleg atau memburu ikan yang kecil tapi kehilangan yang besar dalam arti membela pendapatnya mati-matian tapi malah merusak persaudaraan,” tandasnya. (mkf)