Warta

Dakwah NU Lemah di Metode dan Manajemen

Selasa, 26 September 2006 | 06:37 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) dituntut untuk terus mengembangkan serta memperbaiki metode dan manajemen dakwahnya. Pasalnya, pada dua hal itulah titik kelemahan dakwah organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini.

”Sebagai sebuah visi, dakwah NU itu dahsyat. Tapi dari segi matode dan manajemen, sangat memprihatinkan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi saat menjadi narasumber pada Pelatihan Da’i Kader II yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (26/9).

<>

Hadir pada acara yang digelar hasil kerja sama antara PP LDNU dengan PP Muslimat NU itu, Direktrur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Prof Dr KH Nazarudin Umar. Pelatihan tersebut diikuti sekitar 200 da’i-da’iyah NU dari wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).

Menurut Hasyim, ada dua hal yang menjadi kekuatan atau kelebihan NU di bidang dakwah, yakni kekuatan materi agama yang komprehensif serta visi keagamaannya. “Dua-duanya sedang laku, baik di tingkat nasional maupun internasional. Paling tidak, sedang dibutuhkan sebagai ‘embrio’ gerakan Islam rahmatan lil alamin,” kata Hasyim.

Namun demikian, lanjutnya, terdapat dua hal pula yang menjadi kelemahan dakwah NU, yakni, metode dan manajemennya. Metode dakwah NU, katanya, hingga saat ini masih mengikuti pola yang sama. Secara metodologi, dakwah NU belum mengarah pada upaya diversifikasi atau peragaman.

Berikutnya, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur ini, sampai sekarang dakwah NU masih mengandalkan pola-pola yang bersifat alamiah, belum ada usaha menjadikan dakwah NU dengan manajemen yang rapih dan sistematis.

Hasyim mencontohkan sejumlah da’i yang saat ini sedang populer di masyarakat. Menurutnya, meski hanya berbekal materi dakwah yang biasa-biasa saja, jauh dibandingkan dengan para da’i NU, tetapi mereka memiliki manajemen yang sistematis serta metode yang tepat untuk sebuah komunitas masyarakat.

“Seorang da’i yang materi dakwahnya biasa-biasa saja, tidak pakai dalil apa-apa, tidak menyebut referensi dari Alqur’an atau hadist, tapi bisa pupuler karena menggunakan manajemen yang sistematis. Mereka bisa memanfaatkan media televisi dan kecanggihan teknologi lainnya untuk dakwah,” terang Hasyim yang juga mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur.

Satu hal lagi yang menjadi catatan Hasyim, yakni proses menciptakan atau mengakader da’i-da’iyah yang berbasis NU. Menurutnya, salah satu unsur yang harus dilihat adalah sang processor-nya. “Siapa yang memproses para dai ini? Soalnya, taruhannya adalah kualitas kepribadian para da’i-nya. Kegagalan dakwah para da’i dimulai dari processor-nya,” ungkap Hasyim.

Atas dasar itu, Hasyim meminta kepada LDNU untuk merumuskan metode dakwah yang sesuai dengan kondisi saat ini. Demikian juga hal yang lebih penting adalah gagasan besar NU; Islam moderat yang terangkum dalam paham Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) harus pula dituangkan dalam bentuk yang paling kongkrit hingga bisa mudah dipahami masyarakat.

“Tugas LDNU untuk merumuskan Aswaja secara konseptual dan lebih kongkrit serta Aswaja yang aplikatif dakwah,” ungkap Hasyim.

Pelatihan Da'i Kader II dengan tema "Aswaja dalam Perspektif Islam Rahmatan Lil Alamin" ini akan berlangsung selama 11 hari (26 September-6 Oktober). Sejumlah pakar, baik dari kalangan NU sendiri maupun dari kalangan profesional akan dilibatkan pada pelatihan ini, antara lain KH Tolchah Hasan, KH Said Aqil Siradj, KH Ma’ruf Amin, KH Masyhuri Naim, Dr. Tarmizi Taher (mantan Menteri Agama), Dr.H. Imam Prasodjo (Pengamat Sosial-Politik), Sofyan Djalil (Menkominfo RI), Prof.Dr Ichlasul Amal (Ketua Dewan Pers) dan Djalaludin Rahmat (Pakar Komunikasi). (rif)